Minggu, 27 September 2009

Menghalau Biaya Sekolah Mahal

Ditulis oleh Mike R. Sutikno, CFP
Selasa, 16 Juni 2009 00:00

Setiap orang tua pasti setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anaknya. Sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar si anak mampu mandiri secara finansial nantinya. Namun mahalnya biaya pendidikan saat ini ditambah lagi dengan naiknya biaya pendidikan dari tahun ketahun seringkali membuat orang tua tidak mampu menyediakan dana pendidikan tersebut pada saat dibutuhkan.

Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat bangkrutnya perusahaan – perusahaan yang kemudian berbuntut PHK atau dikarenakan karena ketidak pastian kondisi ekonomi juga turut menjadi penyebab ketidaksiapan orang tua dalam menyiapkan dana pendidikan anak. Bagaimana jika kehilangan penghasilan tersebut karena meninggal , sakit parah, atau kecelakaan yang menyebabkan cacat ? Siapa yang akan membayar biaya pendidikan anak Anda nanti ?

Tingginya biaya pendidikan saat ini , naiknya biaya pendidikan dari tahun ke tahun, resiko terhentinya penghasilan karena kehilangan pekerjaan atau karena meninggal atau sakit adalah sebab – sebab utama mengapa orang tua perlu mempersiapkan dana pendidikan anak sejak dini. Dengan demikian Anda akan mempunyai waktu yang lebih panjang untuk mempersiapkannya. Jika memiliki waktu persiapan yang cukup maka akan semakin mudah bagi Anda untuk mencapai target dana pendidikan yang ingin dicapai.

Berikut langkah-langkah, menghitung kebutuhan dana pendidikana anak, sbb :
1.Hitunglah berapa jumlah total dana tunai atau harta yang segera bisa diuangkan saat ini. Contoh tabungan, deposito, emas, reksa dana, saham, dan yang setara
2.Hitung berapa kebutuhan dana pendidikan anak-anak Anda tiap jenjang pendidikan. Contoh : untuk anak yang sudah kelas III SMA , maka jenjang pendidikan berikutnya adalah persiapan biaya masuk perguruan tinggi. Sedangkan untuk anak-anak yang masih di bangku SMP, maka harus dihitung biaya masuk SMA dan uang pangkal perguruan tinggi. Jumlahkan total keseluruhannya.
3.Hitung selisih antara total tersedianya dana dengan total kebutuhan dana. Jika terjadi selisih lebih berarti biaya pendidikan anak sudah tercover. Jika terjadi selisih kurang, maka lanjutkan ke langkah ke 4
4.Untuk mengatasi kekurangan dana pendidikan anak, maka ada dua solusi yang bisa dilakukan yaitu : 1) berusahalah melakukan penghematan dengan mengurangi biaya pendidikan agar dana yang tersedia cukup. Mungkin bisa dicari sekolah yang lebih terjangkau dengan kualitas yang sama tidak jauh berbeda ; 2) berusaha mengcover kekurangan dana pendidikan dengan melakukan investasi. Jika belum memiliki investasi dana pendidikan anak, Anda bisa mempersiapkannya dengan mengikuti program tabungan atau asuransi pendidikan.

Halau biaya sekolah mahal dengan menabung sejak dini. Ingat , makin panjang waktu menabungnya makin ringan setoran tabungannya makin besar akumulasi tabungannya.

Pensiunlah Sejak Hari Pertama Kerja !

Ditulis oleh Mike R. Sutikno, CFP
Selasa, 23 Juni 2009 00:00
Umumnya selama masa kerja, seorang karyawan wajib mengikuti program pensiun untuk persiapan pensiunnya. Jadi tiap bulan otomatis dipotong dari rekening gajinya sejumlah tertentu kemudian di setorkan ke rekening pensiun. Ketika masa pensiun tiba dan berhenti juga setoran investasi pensiun, maka selanjutnya tibalah saat untuk mengambil dana pensiun. Biasanya dana pensiun diambil secara rutin bulanan, tujuannya untuk mencover pengeluaran rutin rumah tangga setelah pensiun. Pengeluaran rutin ini contohnya seperti belanja dapur, tagihan telpon, listrik, uang saku anak sekolah, gaji pembantu,dll. Program pensiun ini bisa di buat oleh perusahaan sendiri atau mengikuti program Jaminan sosial tenaga kerja. Jika seorang karyawan ternyata belum mengikuti program pensiun dari perusahaan pemberi kerja maupun dari Jamsostek, maka dirinya masih bisa mengikuti program pensiun dari bank atau perusahaan asuransi.

Dari konsep program pensiun sendiri dapatlah ditarik kesimpulan bahwa program pensiun ditujukan untuk membiayai pengeluaran rutin biaya hidup setelah pensiun. Jadi jika sebelum pensiun pengeluaran rutin rumah tangga di biayai dari gaji, maka setelah pensiun dibiayai dari dana pensiun. Menggunakan penghasilan pensiun untuk tujuan lain misalnya membayar uang pangkal sekolah anak, membeli mobil, dll. Akan menyebabkan pengeluaran rumah tangga setelah masa pensiun tidak bisa di penuhi. Karena itu agar kebutuhan hari tua Anda tercukupi, prioritaskan dana pensiun Anda untuk pengeluaran rutin bulanan rumah tangga. Nah sekarang tinggal memastikan apakah Anda sudah secara otomatis telah mengikuti program pensiun dari perusahaan, jamsostek atau lembaga keuangan lainnya. Jika belum, segeralah mengikuti salah satu program pensiun seperti tersebut diatas. Sumber dana untuk setoran investasi pensiun ini bisa di potong langsung dari gaji Anda saat ini.

Usia rata-rata pensiun pegawai di Indonesia adalah 55 tahun, sehingga Anda masih mempunyai waktu 5 tahun lagi sebelum gaji Anda berhenti. Namun penghasilan tidak harus dari gaji bukan ? Karena itu usia pensiun bukanlah ”harga mati”. Jika selama menjadi karyawan Anda terikat pekerjaan, maka dengan pensiun tibalah saat kebebasan melakukan yang benar-benar Anda inginkan. Pertimbangkanlah untuk segera merintis usaha sendiri yang bisa menjadi penghasilan di masa pensiun nanti. Pililhlah bidang-bidang usaha yang Anda minati dengan kebutuhan modal yang relatif kecil. Sebagai pemula Anda tidak perlu bekerja sendiri, namun bisa juga bergabung dengan usaha lain yang sudah berhasil. Misalnya membeli franchise yang saat ini banyak ditawarkan dengan jumlah investasi yang kecil saja. Jika Anda rintis sejak sekarang, mudah-mudahan 5 tahun lagi ketika Anda pensiun, usaha tersebut sudah berjalan dengan sendirinya dan bisa memberikan penghasilan pensiun kepada Anda.

Janganlah masa pensiun disamakan dengan pengangguran, sebab Anda tidak akan benar-benar bisa menikmati hidup jika tidak berkarya. Beraktifitas membuat fisik kita lebih sehat sambil mengasah tingkat intelektualitas kita . Nah, kalau dari aktifitas tersebut malah menghasilkan penghasilan di masa pensiun nanti, tentunya menjadi bonus yang sangat menyenangkan bukan. Nah tunggu apa lagi, ayo siapkan pensiun sejak hari pertama kerja.

Kamis, 24 September 2009

Rumahku Kantorku

Ditulis oleh Mike Rini Sutikno CFP
Masyarakat dunia saat ini mengalami gejala cocooning ( kokon, kepompong). Mereka lebih suka melakukan hampir semua aktifitasnya dari rumah. Terutama dalam melakukan pekerjaan mereka. Nampaknya ide berangkat kerja saat Subuh dan pulang kantor setelah Magrib , benar-benar meletihkan jiwa dan raga. Terutama di kota-kota besar , contohnya Jakarta . Anda akan terkejut jika menghitung berapa banyak waktu tersia-sia karena jalanan yang super macet. Orang-orang semakin ingin mandiri,mereka menginginkan suatu kebebasan pribadi dan berharap lebih banyak memiliki pilihan dalam hidup ini.

Pada dasarnya semua orang adalah malas, dan jika dimungkinkan orang akan memilih sesuatu kenyamanan dan menghindari sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman, untuk beberapa alasan sederhana :
- Orang semakin ingin dekat dengan keluarga.
- Orang ingin punya usaha sendiri yang memungkinkan adanya sumber pendapatan yang lebih baik.
- Orang ingin menekuni sebuah hobi sendiri.
- Orang ingin menghindari stress.
- Orang ingin menghindari kemacetan.

Bekerja di rumah sendiri, tanpa harus macet dijalanan, bisa istirahat kapan saja, mulai kapan saja, sambil menikmati televisi, bercanda dengan keluarga, sambil melakukan hobi, mempunyai waktu untuk olahraga. Dan banyak lagi kelebihan yang lain yang perlu dipertimbangkan, kalau anda bekerja dari rumah. menjalankan bisnis dari rumah.

Tentu saja dibalik semuanya itu ada harga yang harus dibayar, ada usaha yang perlu dilakukan. Berbisnis dari rumah bukanlah sulap yang bisa memberikan banyak uang dalam semalam. Anda harus melakukan kerjanya dan mempunyai informasi bagaimana melakukannya.


Home Head Office or Home Branch Office

Tidak semua jenis bidang pekerjaan dan memang masih jarang perusahaan yang sudah melaksanakan konsep bekerja dari rumah. Para pekerja lapangan dan mereka dengan profesi yang mengharuskannya berpindah-pindah, bahkan nyaris tidak pernah berada di rumah.

Kemajuan tehnologi informasi memungkin kita untuk terkoneksi dimana saja kapanpun juga. Anda bisa tetap menyelesaikan berbagai macam tugas-tugas kantor tanpa harus hadir di kantor. Mulailah berpikir bahwa rumah anda adalah kantor cabang dari perusahaan tempat bekerja. Sewaktu-waktu jika diperlukan anda tentunya harus memenuhi jadwal meeting atau menyelesaikan berbagai urusan administrasi lainnya yang memerlukan kehadiran anda ke kantor pusat. Selebihnya anda harus bekerja full time di tempat anda ditugaskan di kantor cabang , alias rumah anda. Jika perusahaan tempat anda bekerja mengijinkan hal ini, maka anda bisa menjadi pegawai rumahan.

Para pekerja mandiri, pekerja paruh waktu dan pekerja seni umumnya memiliki lebih banyak kebebasan pribadi untuk mengatur waktu bekerja dan dimana pekerjaan tersebut ingin dilakukan. Contoh, konsultan, pengajar, artis, atau penulis – kita bisa menyebut mereka profesional rumahan.

Yang menyenangkan adalah jika anda memutuskan untuk membuat rumah anda menjadi kantor pusat anda. Disini anda tidak hanya bekerja dari rumah tetapi menjalankan bisnis sendiri dari rumah. Hampir segala kegiatan operasional dan keputusan-keputusan penting usaha di lakukan dikantor pusat ini. Karena anda menjalankan usaha dari rumah , maka anda memilih menjadi pemilik bisnis rumahan

Intinya hampir semua pekerjaan dapat dilakukan dari rumah, anda hanya tidanggal memilih apakah akan menjadi pegawai rumahan, profesional rumahan atau pemilik bisnis rumahan.


Tips Bekerja Dari Rumah

Ketika anda memulai bekerja dari rumah, anda harus menguasai dengan cepat berbagai keterampilan sekaligus. Mulai dari pemasaran, penjualan, berhubungan dengan pelanggan, manajemen waktu, perencanaan bisnis, pengelolaan keuangan. Bukan itu saja, anda pun masih dituntut untuk memberikan produk dan jasa yang terbaik. Ditambah lagi, anda mesti menyeimbangkan urusan rumah tangga dengan pekerjaan. Mungkin dari pengalaman kerja sebelumnya sudah memberikan sejumlah informasi bagaimana menjalankan usaha. Jika belum, beberapa tip berikut ini dapat anda jadikan panduan mengenai hal apa saja yang harus anda pahami agar bekerja dari rumah dapat anda lakukan dengan optimal :
• Tentukan jam kerja anda
Bekerja tanpa patolan jam kerja, dan melakukan apapun semau anda adalah ide buruk. Anda tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan apapun jika anda tidak memiliki disiplin waktu kerja. Tentukan berapa jam kerja yang harus anda patuhi, atau tentukan kapan ” jam masuk dan jam pulang kerja”. Bisa jadi jam kerja memang tidak beraturan, tapi secara keseluruhan harus memenuhi maksimum target jam kerja per minggu.
• “Result Oriented” not “Rule Oriented”
Bekerja sendiri di rumah terkadang bingung dalam membuat milestone ini atau target pencapaian. Terlebih jika punya beberapa pekerjaan yang harus berjalan secara “multi-tasking”. Tanpa menentukan milestone ini, mustahil kita akan mencapai “Result Oriented” yang maksimum., bukan hanya sekedar memenuhi jam kerja perminggu tadi alias “Rule Oriented”.
• Atmosfir kerja yang nyaman
Bekerja dari rumah bukan berarti bebas gangguan. Anda tidak akan bisa bekerja jika anak-anak merengek seharian, tempat kerja yang sumpek , atau sulit menemukan file penting karena segala sesuatu tidak beraturan. Tentukan ruangan di rumah yang akan anda pakai bekerja dan tidak boleh sembarang orang masuk melakukan aktifitas disitu. Juga tentukan waktu kapan melakukan tugas rumah tangga dan kapan melakukan pekerjaan.
• Hati-Hati Mood
Menunggu mood untuk bekerja , sama saja dengan menunggu bintang jatuh. Jangan mentang-mentang di rumah dan tidak ada yang mengawasi, anda kemudian bisa menunda pekerjaan. Menonton TV dulu, berlama-lama membaca koran, atau ngegosip dengan tetangga, supaya ”mood”. Anda bisa istirahat sejenak jika keletihan, di luar itu kendalikan mood anda.
• Social Life
Memanjangkan tali silaturahmi membuka pintu rejeki. Bekerja dari rumah bukan anda terkungkung . Apalagi networking sangat penting untuk karir dan bisnis anda. Perluas pergaulan jangan hanya di sekitar rumah saja atau jangan merasa cukup dengan mengikuti diskusi di berbagai milis dunia maya. Pertemuan tatap muka dengan teman-teman seprofesi atau orang lain di luar bidang pekerjaan anda akan memperluas wawasan anda.

7 Langkah Menabung Mudah!

Ditulis oleh Mike Rini Sutikno CFP
Sabtu, 07 Maret 2009 00:00
Betapa menyenangkannya hidup ini jika kita bisa membeli apa saja yang kita inginkan. Mungkin gadget model terbaru, sepasang sepatu, home theatre atau sekedar ngopi-ngopi di cafe. Jika hal itu kurang menarik buat anda, bagaimana dengan dana pendidikan anak, persiapan pensiun, atau barangkali naik haji bersama pasangan tercinta. Nah semuanya itu dapat kita capai asalkan kita rajin menabung. Masalahnya banyak orang masih saja sulit menabung dengan berbagai alasan. Biasanya orang mengeluh gajinya terlalu kecil , sehingga tak ada lagi yang bisa ditabung. ” Boro-boro nabung, buat kebutuhan sehari-hari saja susah !”. Kalau perusahaan mau menaikkan gaji saya , pasti saya bisa nabung.

Padahal menabung itu tidak sulit. Menabung itu mudah. Yang harus anda lakukan adalah menyisihkan sedikit saja dari penghasilan anda secara teratur. Nah, dimana sulitnya melakukan hal itu ? Harus kita akui bahwa orang cenderung memilih kenikmatan berbelanja saat ini, dibandingkan menyimpan uang untuk kepentingan masa depan. Sebab memiliki uang namun tidak boleh menggunakannya pasti menyiksa. Inilah mengapa rencana menabung gagal di tengah jalan . Sebab kita sendiri yang melanggarnya.

Karena itu kita harus menjalankan cara-cara yang menyenangkan dan mudah untuk menabung, berikut ini beberapa saran untuk melakukan hal itu :
1. Jangan pernah menggunakan kata menabung. Ganti setiap kata menabung dengan berbelanja. Jadi tiap bulan anda tetap berbelanja, Cuma belanjaannya adalah tabungan di bank.
2. Masukkan alokasi tabungan anda ke dalam anggaran pengeluaran keluarga. Sehingga tiap bulan anda secara otomatis belanja tabungan , layaknya belanja bulanan ke supermarket.
3. Menabunglah diawal. Jangan pernah menyisakan uang untuk menabung, sebab hal itu mustahil ! Gunakan fasilitas autodebet di bank yang memotong langsung rekening gaji anda begitu tanggal gajian. Sehingga anda tidak menunggu sisa uang untuk ditabung, dan tidak perlu repot ke bank.
4. Menabung ke emas. Menabung tidak identik dengan tabungan atau deposito di bank. Anda bisa menabung ke emas, dan mendapatkan return lebih tinggi. Hanya anda harus hati-hati menyimpannya
5. Dapatkan hasil lebih tinggi. Bunga tabungan kecil, sehingga dana dalam tabungan lambat berkembang. Gunakan reksadana yang menjamin keberadaan nilai uang atau obligasi pemerintah ritel seperti ORI dan Sukuk Ritel.
6. Miliki tujuan keuangan dalam menabung. Menabung tanpa tujuan tertentu akan membuat anda tergoda untuk menggunakan uang tabungan tersebut sebelum tujuan tercapai. Sementara dengan tujuan akan mencegah anda menggunakan uang tabungan tersebut sebelum dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan keuangannya tercapai.
7. Menabunglah dalam jumlah kecil tapi rutin. Jangan memaksa menabung dalam jumlah besar yang memberatkan. Jangan menunggu punya banyak uang, mendapat warisan, atau memenangkan lotere – baru menabung. Itu sulit terjadi. Menabunglah tidak mensyaratkan sejumlah uang tertentu. Menabunglah sesuai dengan kesanggupan bahkan jika itu uang recehan sekalipun.

Selasa, 15 September 2009

Membagi Modal Usaha

oleh: Ahmad Gozali

Dikutip dari Republika, 01 Maret 2009

Assalamualaikum Wr Wb

Selamat Pagi Pak Gozali,
Saya mohon pendapat dari Bapak mengenai pembagian keuntungan usaha, yang mengacu pada masalah saya di bawah ini:
Calon mertua saya mendapatkan tawaran untuk berjualan stan makanan di salah satu departement store di kota kami tinggal, beliau menginginkan saya untuk menyediakan modalnya. Jadi, beliau yang akan mengolah stan itu dengan dibantu dua karyawan.
Bagaimana cara pembagian hasil usaha yang saling menguntungkan bagi saya sebagai penyedia modal dan calon mertua saya sebagai pengelola stand tersebut.

Terima kasih,

Efi

Jawaban:

Waalaikumussalam Wr Wb

Normalnya sih, pemberi modal yang tidak melakukan apa pun akan mendapatkan bagian yang lebih kecil daripada yang bekerja. Mengapa? Karena pemberi modal kan tidak keluar keringat, tidak bersusah payah untuk memantau, melayani pembeli, dan banting tulang membesarkan usaha. Jadi, wajar dong kalau yang bekerja setidaknya mendapatkan bagian yang lebih besar, karena dia tidak digaji.

Ingat ya, kalau pengelola usaha tidak digaji, maka biasanya pengelola usaha yang mendapatkan bagi hasil yang lebih besar.

Untuk besaran pastinya sih, tidak pernah ada rumusan baku, ya. Ada yang 55:45, bisa 65:35, ada yang 70:30 bahkan 85:15. Kok, bisa beda? Karena ini tergantung banyak hal dan faktor. Misalnya begini, apakah seluruh modal benar-benar dari Anda, atau sebenarnya calon mertua juga punya bagian? Lalu, seberapa besar Anda dan calon mertua akan menghargai 'tenaga' sebagai modal? Lalu, apakah bagi hasil tersebut dihitung setelah dikurangi biaya-biaya atau belum? Bagaimana dengan konsekuensi kerugian? Banyak hal lainnya.

Karena itu, saran saya adalah coba diskusikan kembali dengan calon mertua Anda terutama mengenai prospek bisnis ini dan bagi hasil yang layak untuk diberikan.

Kalau mau hitung-hitungan, coba deh lakukan simulasi. Kalau diberikan modal Rp A, maka keuntungannya adalah Rp B. Sedangkan Anda ingin untung Rp C dan calon mertua ingin untung Rp D. Dari situ kemudian bisa dihitung berapa persen bagi hasil yang Anda inginkan dan berapa persen yang diinginkan oleh pengelola usaha tersebut. Kalau hitungannya tidak sinkron, barulah terjadi tawar-menawar. Dalam bisnis, tawar-menawar itu normal dan biasa, tidak perlu merasa sungkan.

Sebagai tambahan, ada baiknya sebelum menjalankan suatu usaha kita sudah memperkirakan apa saja konsekuensinya. Mulai dari untung sebesar-besarnya, rugi sebesar-besarnya hingga hubungan tidak harmonis dengan pihak tertentu. Biasanya untuk menghadapi dan menghindari konsekuensi terburuk hal ini, apalagi jika itu kenalan baik atau saudara, perlu ditegaskan kembali sejak awal bahwa hubungan bisnis yang akan dijalani adalah profesional. Bahkan untuk beberapa pihak hubungan ini perlu ditegaskan dalam bentuk surat perjanjian.

Namun, jika memang Anda belum bisa melakukan hal tersebut, ada baiknya Anda juga mempersiapkan diri dari awal untuk merelakan uang Anda. Bukan berarti Anda tidak berusaha memantau ya. Hanya saja, yang mengajak Anda bekerja sama adalah 'calon' mertua, yang mungkin hubungannya akan menjadi sangat kompleks jika terjadi kegagalan dalam bisnis. Dan, Anda juga akan lebih tenang kalau memang sudah tahu segala konsekuensinya dari awal.

Salam.
Ahmad Gozali
Perencana Keuangan

Pilih Unit Link atau Asuransi Murni?

oleh: Ahmad Gozali

Dikutip dari Republika 21 Juni 2009

Assalamualaikum,
Pak Gozali apa kabar? Semoga Allah selalu memberikan keberkahan kepada Bapak dan keluarga.

Boleh tanya nggak , Pak? Mungkin tepatnya konsultasi. Saya Nani. Sekitar empat bulan lalu, saya membeli produk unit link. Tadinya sih ragu-ragu karena saya pernah mendapat informasi bahwa biaya unit link itu besar. Tapi, akhirnya saya beli dengan pertimbangan saya perlu asuransinya. Sekarang saya ragu lagi untuk meneruskan produk tersebut dan ingin membeli asuransi murni saja. Baiknya bagaimana ya Pak? Idealnya mungkin beli keduanya tapi kondisi keuangan tidak memungkinkan. Mohon sarannya Pak... terima kasih.
Wassalammualaikum

Nani

Jawaban:

Waalaikumsalam wr wb,
Unit link adalah produk gabungan antara asuransi dan investasi pada reksadana. Jadi untuk membandingkan mahal atau murahnya unit link tentu kita harus pecah dulu produk ini dan membandingkannya satu per satu dengan 'saingannya'.

Kalau kita bandingkan antara asuransi murni dan asuransi pada unit link, memang bisa dibilang asuransi pada unit link lebih mahal daripada asuransi murni. Tapi, perlu dipertegas dulu, asuransi seperti apa yang Anda maksudkan? Sebab, pada unit link ada berbagai macam asuransi yang bisa digabungkan. Bukan hanya asuransi jiwa, tapi juga ada asuransi kesehatan, asuransi penyakit kritis, dan sebagainya.

Untuk asuransi jiwanya memang bisa ada selisih sedikit lebih mahal. Tapi, hal ini dikompensasikan dengan kepraktisan yang ditawarkan oleh unit link. Karena pada asuransi murni, kita harus mengambil beberapa jenis asuransi terpisah untuk asuransi jiwa, kesehatan, penyakit kritis dan sebagainya. Tentunya biaya pembeliannya akan lebih mahal juga. Tapi hal ini masih bisa diperdebatkan, karena cukup sulit untuk membandingkan antara asuransi yang satu dengan yang lain karena tidak bisa sama persis.

Kalau kita bandingkan investasinya, biaya investasi pada unit link jelas lebih mahal karena akan langsung kena biaya sekitar 5% dalam bentuk selisih antara harga jual dan harga beli. Sedangkan kalau kita investasi langsung ke reksadana, biayanya mulai dari 0% sampai 2,5%, tentunya ini jelas lebih murah. Tapi, biaya pada unit link ini dapat dikompensasikan dengan kemudahan berinvestasi. Di mana untuk investasi langsung ke reksadana, terkadang perlu dana investasi awal yang besar (1-5 juta), sedangkan pada unit link bisa dengan ratusan ribu rupiah saja.

Saran saya, kalau Anda ingin berhenti, pastikan dulu bahwa Anda sudah memiliki alternatifnya dan membandingkannya secara langsung. Artinya, coba lihat lagi kebutuhan asuransi apa saja yang Anda perlukan, dan berapa nilai pertanggungannya. Lalu apakah unit link yang sudah Anda miliki itu asuransinya sudah cocok atau belum dengan kebutuhan Anda. Dan bandingkan juga dengan asuransi lain yang sama persis atau yang sesuai dengan kebutuhan Anda tersebut. Jangan hentikan pembayaran premi sebelum Anda punya alternatif yang lebih baik. Wassalam.

Mari Mengenal Saham

Mari Mengenal Saham (1)
oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 664/XIII

Beberapa waktu lalu kita dikejutkan oleh pengeboman Gedung Bursa Efek Jakarta. Di gedung inilah saham diperdagangkan. Mungkin ada di antara Anda bertanya, apa sih yang dimaksud dengan saham? Bagaimana cara bekerjanya? Mari kita berkenalan dengannya.

Pernahkah Anda berpikir untuk memiliki sebuah usaha? Katakan saja Anda ingin memiliki usaha berupa sebuah toko. Apa yang bisa Anda lakukan untuk dapat memiliki toko tersebut?

Bila Anda punya modal, maka Anda bisa membeli atau menyewa sebuah bangunan dan membeli barang-barang yang akan dijual. Bila toko Anda masih baru, tentu ada risiko tertentu, semisal belum dikenalnya toko Anda oleh masyarakat. Artinya, toko Anda belum dikunjungi banyak pembeli.

Kalau begitu, sebagai alternatif, kenapa tidak mencoba membeli toko lain yang sudah lebih dulu berdiri? Anda bisa memilih-milih toko mana yang akan Anda beli, dan tentu saja Anda pasti akan memilih toko yang kelihatannya sudah cukup dikenal dan laris, bukan?

Bila demikian, maka uang yang harus Anda bayarkan ke pemilik lama toko tersebut biasanya adalah senilai harga bangunan (bila bangunan toko itu dimiliki sendiri) dan barang-barang yang dijual didalamnya. Dengan kata lain, Anda telah membeli kepemilikan toko tersebut, di mana yang Anda beli adalah modalnya.

PECAHAN-PECAHAN KECIL

Perlu diketahui, dalam dunia usaha tidak hanya toko yang bisa memberikan keuntungan. Usaha lain yang tidak berbentuk toko juga banyak yang bisa memberi keuntungan. Usaha tersebut biasanya adalah dalam bentuk badan usaha, atau istilah populernya: perusahaan. Sama dengan toko, kepemilikan perusahaan juga bisa dibeli. Jadi Anda bisa memilih perusahaan mana yang kira-kira selalu menguntungkan pada tahun-tahun lalu, dan Anda bisa membeli kepemilikan (modal) dari perusahaan tersebut.

Berbeda dari toko, pada umumnya modal sebuah perusahaan jauh lebih besar daripada modal dari sebuah toko. Sebagai contoh, modal dari toko yang ingin Anda beli mungkin Rp 30 juta, namun modal dari perusahaan yang hendak Anda beli bisa saja mencapai Rp 300 juta.

Masalahnya, tidak semua orang memiliki uang kontan Rp 300 juta. Mungkin saja orang hanya punya Rp 3 juta sehingga ini berarti ia hanya mendapatkan kepemilikan sebesar satu persen saja dari semua nilai kepemilikan perusahaan tersebut. Tapi bagaimana caranya agar ia dapat membeli kepemilikan yang cuma sebesar satu persen itu?

Oleh hukum, diaturlah suatu cara: kepemilikan perusahaan dibagi ke dalam pecahan-pecahan kecil yang disebut saham. Sebagai contoh, kepemilikan perusahaan senilai Rp 300 juta tadi dibagi ke dalam saham di mana satu saham diberi nilai ­ katakan ­ Rp 1.000. Dengan demikian, bila Anda hanya punya Rp 3 juta, maka Anda hanya bisa membeli 3.000 lembar saham.

KEUNTUNGAN MEMBELI SAHAM

Keuntungan apa yang akan Anda dapatkan dengan membeli saham atau kepemilikan dari sebuah perusahaan?

Yang pertama, kalau perusahaan mengalami untung (laba), maka biasanya Anda mendapatkan pembagian keuntungan yang disebut dividen. Ambil contoh, bila dari per lembar saham Anda mendapat dividen Rp 100 per lembar sahamnya, maka dengan 3.000 saham yang Anda miliki, total dividen yang Anda dapatkan adalah Rp 300.000. Tentu saja patokan besarnya dividen berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Tapi prinsipnya kurang lebih sama saja. Makin banyak saham yang Anda miliki, makin besar pula dividen yang Anda dapat bila memang perusahaan untung.

Keuntungan kedua, bisa saja nilai saham Anda naik. Kembali kita misalkan Anda membeli saham seharga Rp 1.000. Nah, bila kemudian makin banyak yang ingin membeli saham perusahaan, maka mungkin saja harga saham tersebut meningkat jadi ­ katakan Rp 1.400 per lembar. Dengan demikian, bila Anda menjualnya, ini berarti Anda mendapatkan keuntungan sebesar 40 persen. Keuntungan seperti ini disebut capital gain. Ke mana Anda menjual saham itu? Bukan ke perusahaan yang menerbitkan saham bersangkutan, tapi pada orang lain yang memang ingin memiliki saham tersebut.

Tentu saja investasi dalam bentuk saham juga berisiko. Yakni, turunnya harga saham yang Anda miliki. Misalnya saja dari Rp 1.000 turun jadi Rp 600 per lembar saham. Bila Anda menjualnya, maka Anda akan rugi Rp 400 per lembar sahamnya. Kerugian seperti ini biasa disebut capital loss. Ke mana Anda menjualnya? Juga ke orang lain yang memang ingin memiliki saham tersebut.
Mari Mengenal Saham (2)
oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 665/XIII

Dalam prakteknya, tiap hari ada banyak orang menjual atau membeli saham. Namun transaksi jual beli ini tidak bisa di sembarang tempat. Peraturan mengharuskan, penjualan dan pembelian saham harus dilakukan di sebuah tempat khusus yang disebut bursa. Bursa kurang lebih sama artinya dengan pasar, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli.

Bursa ini disebut bursa saham, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama bursa efek (dalam Kamus Bahasa Indonesia, efek adalah surat berharga). Kenapa dinamakan bursa efek? Ini karena dalam bursa ini kita tidak hanya bisa menjual atau membeli saham, tapi juga surat berharga lain selain saham (kita akan bahas di lain waktu).

Di Indonesia, Bursa Efek ini dipusatkan di Jakarta, dan bertempat di gedung yang dinamakan Gedung BEI (Bursa Efek Indonesia). Gedung itulah yang dibom pada beberapa bulan yang lalu. Peledakan itu sendiri tidak mengenai lokasi bursa, tapi tempat parkirnya. Gedung Bursa Efek Indonesia sendiri juga memiliki banyak sekali ruang kantor yang disewakan, jadi tidak hanya terdapat bursa.

Orang-orang yang memperjualbelikan saham ini disebut investor (pemodal). Apakah seorang investor yang ingin membeli atau menjual saham harus datang langsung ke Bursa Efek untuk bisa bertransaksi? Tidak. Dalam prakteknya, investor cukup menggunakan jasa perantara yang disebut dengan pialang. Di BEI ada banyak perusahaan jasa pialang yang beroperasi. Mereka menjadi anggota BEI.

Keuntungan memakai jasa pialang adalah di mana pun Anda berada di seluruh Indonesia, Anda tetap bisa menelepon Perusahaan Pialang Anda dan memberikan order jual atau beli, sehingga pialang Anda yang melakukan transaksi jual beli itu untuk Anda. Anda sendiri sebagai investor tidak perlu tahu dari investor mana Anda membeli saham Anda. Begitu pula kepada investor mana Anda menjual saham Anda. Ini karena investor harus menggunakan jasa pialang, dan antarpialang-lah yang saling bertemu.

MEMANFAATKAN JASA PIALANG

Berapa jumlah transaksi minimal dalam membeli saham? Beberapa perusahaan pialang mengharuskan Anda membeli saham dengan jumlah minimal tertentu. Bila Anda ingin membeli di bawah jumlah minimal tersebut, maka pialang tidak akan menjalankan order transaksi Anda.

Karena itulah, untuk memudahkan transaksi pembelian dengan jumlah minimal tersebut, BEI memberlakukan jumlah minimal tertentu yang dinamakan lot. Satu lot sama dengan 500 lembar saham. Khusus untuk saham-saham perbankan, satu lot sama dengan 100 lembar saham. Jadi Anda bisa hitung sendiri, bila saham yang Anda incar berharga ­ misalnya Rp 2.000, maka ini berarti Anda harus bertransaksi minimal sebesar Rp 10 juta. Kalau saham itu adalah saham-saham perbankan, maka transaksi minimalnya Rp 2 juta.

Sekali lagi, tidak semua perusahaan pialang mengharuskan Anda membeli dengan jumlah minimal satu lot. Ada juga yang memberi pengecualian, bisa membeli di bawah jumlah tersebut. Ini dikenal dengan istilah odd lot.

Anda bisa membeli saham dengan datang ke sebuah perusahaan pialang. Perusahaan ini biasa disebut "perusahaan perantara pedagang efek". Di halaman kuning Buku Petunjuk Telepon (yellow pages), Anda bisa mencari perusahaan seperti ini di bagian kata broker. Ada banyak sekali broker yang jadi anggota Bursa Efek Indonesia pada saat ini. Jadi pastikan Anda memilih broker seteliti mungkin.

Apa yang harus Anda lakukan bila ingin membeli saham? Biasanya adalah dengan membuka rekening di perusahaan pialang tersebut dan memasukkan uang senilai jumlah tertentu. Uang itulah nanti yang akan digunakan oleh pialang Anda untuk bertransaksi saham. Jadi bukan beli saham dulu baru uangnya Anda kasih belakangan.

DIGOLONGKAN TINGKAT RISIKONYA

Perlu diketahui bahwa dengan membeli saham, ini berarti Anda membeli kepemilikan dari sebuah perusahaan. Bedanya dengan memiliki perusahaan sendiri, Anda dalam hal ini membeli kepemilikan usaha yang sudah berjalan. Anda tidak perlu repot-repot mendirikan usaha baru dalam bentuk PT, misalnya, karena Anda tinggal membeli PT yang sudah berjalan dan beroperasi.

Mungkin Anda bertanya, dari mana saya tahu perusahaan yang sudah berjalan tersebut mengalami untung atau rugi? Jawabannya: dari Laporan Keuangan yang diterbitkan secara rutin oleh perusahaan tersebut. Dan laporan keuangan tersebut haruslah sudah diperiksa oleh seorang akuntan independen yang berizin.

Seperti telah disinggung, investasi dalam saham juga berisiko. Saham yang Anda beli bisa menurun. Inilah yang membuat tidak semua orang mau berinvestasi ke dalam saham. Kita sering mendengar ada orang yang mengalami kerugian jutaan rupiah, tapi ada juga orang yang mengalami keuntungan jutaan rupiah juga. Dan itu membuat tidak semua orang mau berinvestasi ke dalam saham.

Jadi sebetulnya, risiko dalam membeli saham di BEI sama saja dengan risiko kalau Anda mendirikan usaha baru, yaitu bahwa Anda memiliki kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan, sama besarnya dengan kemungkinan mengalami kerugian.

Meski begitu, jangan takut, karena saham di BEI sudah digolong-golongkan berdasar tingkat risikonya. Mulai dari saham-saham yang risiko ruginya memang kecil tapi keuntungannya juga kecil, sampai saham-saham yang risiko ruginya besar tetapi kemungkinan untungnya juga besar. Tanyakan kepada bagian riset/analis di perusahaan pialang Anda tentang saham-saham mana saja yang tergolong ke dalam penggolongan-penggolongan tersebut. Oh ya, tidak semua perusahaan pialang memiliki bagian riset/analis. Jadi pastikan perusahaan pialang Anda memiliki bagian tersebut.

Sekali lagi: risiko investasi saham sebetulnya sama saja dengan kalau Anda mendirikan usaha baru, yaitu bahwa Anda memiliki kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan, sama besarnya dengan kemungkinan mengalami kerugian.

Tak kenal maka tak sayang: kalau Anda tidak mengetahui risiko apa yang Anda hadapi, maka Anda pasti tidak akan berani melakukan investasi ke dalam saham. Maksud dari tulisan ini adalah agar Anda mengenal investasi saham, sehingga dengan demikian Anda bisa menjadikan saham sebagai alternatif investasi Anda.

Berkenalan dengan Reksadana (1)

Berkenalan dengan Reksadana (1)
oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 666/XIII

Pada edisi yang lalu kita telah berbicara sekilas mengenai apa itu saham. Sekarang, saya akan mengajak Anda berkenalan dengan apa yang namanya Reksa Dana. Dalam Bahasa Inggris, Reksa Dana dikenal dengan nama mutual fund.

Reksa Dana adalah sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama), dan investasi ini dikelola oleh sebuah perusahaan manajemen investasi. Perusahaan manajemen investasi adalah perusahaan yang kerjanya mengelola investasi nasabahnya.

Sebagai contoh, ada investor A, B, C, D, dan E masing-masing memiliki uang berbeda-beda dan memutuskan untuk melakukan investasi secara bersama-sama. Di sini, mereka bisa menggabungkan semua uang yang mereka miliki untuk diserahkan pengelolaan investasinya pada sebuah perusahaan manajemen investasi.

Nantinya, apabila investasi itu memberikan keuntungan, katakan sebesar 15% dalam setahun, maka masing-masing dari investor tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan proporsi jumlah yang mereka investasikan. Tapi bila investasi itu merugi, tentu saja masing-masing dari mereka juga akan merugi sesuai dengan proporsi jumlah yang mereka investasikan tadi.

Nah, bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama) di mana pengelolaan investasinya diserahkan kepada sebuah perusahaan manajemen investasi inilah yang disebut dengan nama investasi Reksa Dana. Perusahaan Manajemen Investasi (selanjutnya kita sebut saja Manajer Investasi) inilah yang lalu akan melakukan investasi ke berbagai macam produk investasi seperti saham, deposito, surat utang, dan lain sebagainya. Reksa Dana sebetulnya merupakan cara yang baik untuk melakukan investasi, karena investasi Anda dikelola oleh tim pengelola investasi yang memang cakap dan (biasanya) berpengalaman.

Bagaimana Cara Kerja Reksa Dana?

Dalam prakteknya, Manajer investasi tidak menunggu investor untuk memasukkan uang lebih dulu sebelum mereka membeli produk investasi, tapi dibalik. Mereka beli dulu produk-produk investasinya, baru kemudian investasi itu dijajakan kepada investor.

Bagaimana caranya? Oke, pertama-tama, manajer investasi (yang menerbitkan Reksa Dana) akan mengundang sejumlah pihak untuk menjadi sponsor/promotor (penyandang dana). Dari sponsor inilah akan didapat dana yang cukup besar, yang akan dialokasikan ke sejumlah produk investasi.

Untuk contoh, kita misalkan saja total dana yang didapat dari sponsor adalah Rp 1 triliun. Dana sebesar itu, oleh Perusahaan Reksa Dana (melalui tim pengelola investasi-nya) akan dibelikan sejumlah investasi, seperti dibelikan sejumlah deposito di berbagai bank, dengan jangka waktu satu bulan. Contoh seperti Tabel 1.

Setelah itu, Perusahaan Reksa Dana akan membagi investasi tersebut ke dalam pecahan-pecahan kecil, yang disebut dengan nama Unit Penyertaan (UP), dimana masing-masing UP akan bernilai Rp 1.000. Sehingga dari total investasi senilai Rp 1 triliun seperti dicontohkan diatas akan didapat UP sebanyak Rp 1 triliun : Rp 1.000 = 1 miliar UP.

Nah, UP inilah yang akan diterbitkan dan dijual ke masyarakat. Dengan demikian, investasi yang dilakukan oleh investor adalah dengan cara membeli UP itu. Untuk menyeragamkan, maka UP Reksa Dana pada awalnya selalu dijual dengan harga awal Rp 1.000. Dalam hal ini, harga atau nilai UP tersebut disebut juga dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB).

Jumlah UP yang dibeli investor berbeda-beda, ada yang hanya membeli 100 UP, tetapi ada juga yang membeli 1.000, 5.000, atau bahkan 10.000 UP. Semua itu tergantung dana masing-masing investor. Selain itu, investor juga harus membayar komisi untuk Perusahaan Reksa Dana, yang biasanya maksimal sekitar 0,75% sampai dengan 3% dari total investasi Anda. Sebagai contoh, bila Anda membeli 1.000 UP dengan harga total Rp 1.000.000, maka Anda harus menambahkan sekitar Rp 7.500 sampai Rp 30.000 untuk komisi manajer investasi.

Dalam dunia reksa dana, komisi untuk manajer investasi ini sering disebut dengan nama "biaya penjualan". Ini karena komisi tersebut harus Anda bayar pada saat Anda membeli UP yang dijual itu.

Selanjutnya, karena reksa dana diatas dialokasikan ke dalam Deposito Berjangka 1 bulan, maka tentunya setelah 1 bulan, akan ada bunga deposito yang didapat, sehingga akibatnya NAB dari UP Anda akan naik. Dalam contoh di atas, kita misalkan bahwa masing-masing deposito akan memberi bunga yang sama (meski kenyataannya akan berbeda-beda), seperti contoh tabel 2.

Menurut contoh tersebut, nilai UP yang tadinya dibeli seharga Rp 1.000, setelah satu bulan telah naik menjadi Rp 1.010. Ini berarti, dalam 1 bulan, si pemilik UP (investor) telah mendapatkan kenaikan NAB sebesar 1% per bulan.

Dalam kenyataannya, perubahan NAB suatu reksa dana sangat bergantung pada instrumen investasi yang dipilih tim pengelola investasi. Apabila mereka memilih instrumen deposito sebagai produk investasinya, maka NAB reksa dananya akan terus naik dan tidak mungkin mengalami penurunan. Ini karena sifat deposito yang pasti memberikan keuntungan berupa bunga, sehingga akan terus menambah nilai aset reksa dana.

Tapi ada juga reksa dana yang khusus berinvestasi ke dalam saham. Saham, tidak seperti deposito, memiliki kemungkinan keuntungan yang tidak pasti sifatnya. Bisa naik, bisa pula turun. Karena itu, nilai UP pada reksa dana saham memiliki kemungkinan untuk naik dan juga untuk turun. UP yang tadinya Anda beli seharga Rp 1.000, misalnya, bisa saja jadi Rp 900 pada satu bulan kemudian karena saham-saham yang dipilih oleh manajer investasi turun nilainya. Di sisi lain, bila nilai saham naik, besar kenaikan tersebut bisa lebih besar daripada deposito. Itulah sebabnya, reksa dana jenis ini disebut dengan nama reksa dana growth income.

Reksa dana lainnya ada yang berinvestasi ke dalam obligasi (surat hutang), dan ada juga yang berinvestasi ke dalam kombinasi dari dua atau lebih instrumen investasi, semisal gabungan saham dan obligasi, atau obligasi dan deposito.

Jadi, sebelum membeli reksa dana, tanyalah pada si penjual reksa dana atau bacalah terlebih dahulu prospektusnya (penjelasannya) sehingga Anda tahu reksa dana jenis apakah yang akan Anda beli. Apakah itu reksa dana yang mengalokasikan investasinya pada saham, obligasi, deposito, atau kombinasi antara dua atau tiga instrumen investasi.

Menjual Kembali Reksa Dana Yang Telah Anda Miliki

Setelah beberapa waktu, Anda bisa menjual kembali UP yang Anda miliki kepada perusahaan reksa dana Anda. Jenis reksa dana di mana Anda bisa menjual kembali UP Anda kepada perusahaan penerbitnya disebut dengan nama Reksa Dana Terbuka (open end mutual fund). Lawan dari Reksa Dana Terbuka adalah Reksa Dana Tertutup (closed end mutual fund). Reksa Dana Tertutup adalah jenis reksa dana di mana Anda tidak bisa menjual UP yang Anda miliki kepada penerbitnya, tapi Anda hanya bisa menjualnya kepada investor yang lain, dan penjualan tersebut harus dilakukan lewat bursa.

Untuk Reksa Dana Terbuka, bila sewaktu-waktu Anda ingin menjual UP Anda, maka Anda bisa menjualnya kembali kepada penerbit reksa dana Anda, dan perusahaan reksa dana dilarang untuk menolak penjualan kembali UP dari nasabahnya. Ini tentunya akan menguntungkan Anda.

Sebaliknya, pada Reksa Dana Tertutup, proses penjualan kembali sering mengalami hambatan karena tidak selalu ada investor yang mau membeli UP Reksa Dana Anda. Jadi dengan kata lain, UP dari Reksa Dana Terbuka lebih likuid dari UP pada Reksa Dana Tertutup.

Berkenalan dengan Reksadana (2)

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 667/XIII

Sebetulnya apa saja keunggulan reksa dana dibanding jenis investasi lainnya?

Yang pertama, Anda yang belum biasa melakukan investasi akan sangat terbantu karena ada manajer investasi yang akan mengevaluasi investasi Anda setiap harinya. Anda tidak perlu bersusah payah mengevaluasi, karena Anda cukup mendapatkan report-nya setiap bulan atau beberapa bulan sekali.

Yang kedua, Anda bisa melakukan investasi dengan jumlah dana awal yang kecil jumlahnya. Beberapa reksa dana bisa dimulai hanya dengan dana awal Rp 100.000,-. Bayangkan, Anda tentu tidak bisa membuka deposito dengan dana sekecil itu, bukan? Namun dengan reksa dana, dana sejumlah itu sudah bisa untuk melakukan investasi (salah satunya) ke dalam deposito.

Keuntungan ketiga adalah adanya diversifikasi atau penyebaran risiko. Dengan reksa dana, Anda bisa menyebar risiko investasi Anda dengan leluasa. Sebagai contoh, bila dana Anda hanya Rp 1 juta, maka Anda tidak mungkin bisa membuka beberapa deposito secara bersamaan di beberapa bank karena untuk membuka satu deposito saja dibutuhkan dana minimal Rp 500 ribu. Tapi dengan melakukan investasi di reksa dana deposito, maka uang Anda bisa tersebar di berbagai deposito dalam berbagai bank, tanpa Anda harus memiliki dana yang besar.

Keuntungan keempat adalah dari segi perpajakan. Pembelian maupun penjualan kembali UP dari produk reksa dana adalah bebas pajak. Ini dilakukan atas kebijakan pemerintah (Dirjen Pajak), untuk merangsang dunia investasi di Indonesia.

Bisakah Manajer Investasi Dipercaya?

Sebetulnya, kata "manajer" ditujukan bagi orang, bukan perusahaan. Tapi peraturan menyebutkan bahwa kata "Manajer Investasi" ditujukan bagi perusahaan yang mengelola investasi Anda. Orang-orang yang bekerja di dalamnya hanya disebut Wakil Manajer Investasi. Kadang-kadang disebut juga Tim Pengelola Investasi, atau Komite Investasi (Anda bisa melihatnya di prospektus Anda). Dalam bahasa keuangan, orang yang tugasnya mengelola dana investasi seperti ini disebut fund manager.

Tidak sembarang orang bisa menjadi fund manager. Dia harus mendapatkan izin dari Pemerintah (BAPEPAM atau Badan Pembina dan Pengawas Pasar Modal). Untuk mendapatkan izin tersebut, maka seorang calon fund manager harus melalui ujian yang tingkat kesulitannya sangat tinggi. Untuk mengetahui siapa saja fund manager atau anggota Tim Pengelola Investasi Anda, Anda bisa membacanya di prospektus reksa dana Anda.

Bagaimana Kalau Perusahaan Reksa Dananya Bangkrut?

Produk Reksa Dana diterbitkan oleh Perusahaan Reksa Dana, yang sekaligus bertindak sebagai manajer investasi. Karena itu, perusahaan Manajer investasi hidup dari komisi yang diterimanya sewaktu investor membeli UP (Unit Penyertaannya). Besar komisi ini biasanya maksimal sekitar 3% dari nilai UP yang dibeli nasabah. Dari komisi-komisi yang terkumpul inilah perusahaan reksa dana ini "menggaji" dirinya sendiri. Terkadang, komisi juga didapat bila nasabah menjual kembali UP yang mereka miliki.

Mungkin saja terjadi, pendapatan yang diterima manajer investasi dari komisi-komisi tersebut lebih kecil daripada biaya-biaya yang harus dia keluarkan untuk membiayai perusahaannya. Akibatnya, bisa saja manajer investasi (Perusahaan Reksa Dana) ini tidak bisa hidup lebih lama, dan akhirnya bangkrut. Pertanyaannya, apakah harta Reksa Dana yang dibeli para investor ikut hilang?

Jawabannya: tidak. Menurut peraturan, harta Reksa Dana harus disimpan dalam sebuah tempat terpisah, yang disebut dengan nama Bank Kustodian. Bank Kustodian adalah sebuah lembaga/badan yang sudah memiliki izin dari BAPEPAM untuk bisa menyimpan harta dari suatu aset reksa dana. Perusahaan Reksa Dana tidak boleh menyimpan sendiri harta reksa dananya. Dia harus menyimpannya di tempat lain, yaitu pada Bank Kustodian.

Jadi, bila Perusahaan Reksa Dana/Perusahaan Manajer investasi bangkrut, maka harta Reksa Dana yang Anda miliki dijamin tetap aman. Bacalah prospektus reksa dana Anda, di situ akan tertulis Bank Kustodian mana yang dipakai oleh perusahaan reksa dana Anda.

PEMBAGIAN REKSA DANA

Berdasarkan produk investasi yang dipilih oleh manajer investasi, ada 4 macam produk Reksa Dana:
  1. Reksa Dana Saham. Ini adalah produk Reksa Dana di mana manajer investasi kebanyakan menginvestasikan uang nasabahnya ke dalam saham. Dari segi potensi keuntungan, Reksa Dana Saham dianggap bisa memberikan potensi keuntungan paling besar. Ini karena sifat saham yang nilainya bisa naik dan bisa juga turun, di mana kenaikannya bisa besar sekali, tapi penurunannya juga bisa besar sekali. Karena itulah, Reksa Dana Saham paling berisiko dibanding ketiga produk Reksa Dana yang lain.
  2. Reksa Dana Pendapatan Tetap. Ini adalah produk Reksa Dana di mana manajer investasi kebanyakan menginvestasikan uang nasabahnya ke dalam surat berharga yang memberikan pendapatan tetap, yaitu obligasi. obligasi adalah surat hutang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan dan dijual kepada masyarakat. Potensi keuntungan yang diberikan Reksa Dana Pendapatan Tetap biasanya dianggap tidak sebesar seperti pada Reksa Dana Saham. Namun demikian, potensi penurunan nilainya biasanya juga tidak besar. Itulah sebabnya, Reksa Dana Pendapatan Tetap risikonya dianggap lebih kecil daripada Reksa Dana Saham.
  3. Reksa Dana Campuran. Di sini manajer investasi menginvestasikan uang nasabahnya biasanya secara sama rata ke dalam saham dan obligasi. Untuk risiko, karena Reksa Dana ini merupakan reksa dana yang mencampur saham dan obligasi, maka dianggap lebih besar daripada Reksa Dana Pendapatan Tetap, tapi lebih kecil daripada Reksa Dana Saham.
  4. Reksa Dana Pasar Uang. Di sini manajer investasi menginvestasikan uang nasabahnya ke dalam produk-produk Pasar Uang seperti Deposito, SBI, dan Obligasi Jangka Pendek. Pada Reksa Dana ini, potensi keuntungannya jauh lebih kecil dari ketiga reksa dana di atas, namun pasti.

Mari Berinvestasi

oleh: Safir Senduk
Bila Anda melakukan investasi, ada dua pilihan: melakukan investasi secara periodik, atau investasi sekali saja. Keduanya memberikan nilai investasi yang sama berarti. Tinggal Anda pilih mana yang sesuai dengan kekuatan dana yang Anda miliki.

Periodik

Bila berinvestasi secara periodik, maka ini berarti Anda melakukan investasi secara rutin. Anda bisa melakukan investasi setahun sekali, enam bulan sekali, atau bahkan sebulan sekali. Beberapa orang ada yang berinvestasi setiap satu atau dua minggu sekali. Tapi yang penting di sini adalah bahwa yang dimaksud dengan periodik adalah melakukan investasi secara rutin.

Biasanya, berinvestasi secara periodik adalah cara yang paling ampuh untuk mengejar target dana yang besar kelak. Anda tak perlu memiliki jumlah dana yang besar pada saat ini, tapi Anda cukup hanya menyisihkan sebagian kecil penghasilan Anda untuk lalu diinvestasikan ke dalam sebuah produk investasi. Lama kelamaan, Anda akan memiliki saldo investasi yang begitu besar, karena Anda juga mendapatkan bunga.

Berinvestasi secara periodik sama seperti seorang tukang bangunan yang sedang membuat dinding. Apa yang ia lakukan adalah mengambil sebuah bata, mengoleskannya dengan semen, lalu menempelkannya. Ambil lagi sebuah bata, memberikan semen, dan menempelkannya di sebelah kiri atau kanan bata yang tadi. Begitu seterusnya sampai ia bisa menyelesaikan satu lapis. Setelah itu, ia akan melanjutkannya dengan lapis kedua. Lapis kedua selesai, dilanjutkan dengan lapis ketiga. Begitu seterusnya.

Lama kelamaan, Anda akan melihat sebuah dinding. Persis seperti itulah gambarannya bila Anda berinvestasi secara periodik. Hanya bedanya, dengan berinvestasi, Anda juga mendapatkan bunga. Sementara tukang bangunan tadi, tidak mendapatkan 'bunga'. Yang ia lakukan hanyalah seperti menabung ke dalam celengan saja secara rutin. Tetapi prinsipnya sama saja: sedikit-sedikit, akan menjadi bukit.

Sekali Saja

Anda juga bisa berinvestasi sekali saja (lump sum). Artinya, Anda cukup memasukkan uang sekali saja ke dalam sebuah produk investasi. Deposito, umpamanya, Anda endapkan selama -katakanlah- sepuluh tahun. Setiap tahun, Anda akan mendapatkan bunga yang bisa ditambahkan ke uang pokok. Kemudian didepositokan lagi sehingga bunganya makin lama makin besar. Tapi, selama Anda tidak pernah menyentuhnya, sampai selama sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, Anda akan memiliki jumlah dana yang sangat besar.

Berinvestasi secara lump sum persis seperti kalau Anda naik ke sebuah gunung bersalju. Dari atas, Anda ambil sekumpulan salju dengan tangan Anda, lalu membentuknya menjadi sebuah bola. Setelah itu, Anda lepaskan bola salju itu dari atas, untuk digelindingkan ke bawah. Apa yang terjadi? Dalam perjalanannya dari atas sampai bawah, bola salju itu makin lama akan makin besar. Dan pertumbuhan bola salju itu persis seperti deret ukur:

1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, 512, 1024, 2048, 4096, dan seterusnya.

Nah, seperti itulah gambarannya bila Anda berinvestasi secara lump sum.

Gunakan Hukum 72

Kapan investasi Anda berlipat menjadi dua? Kalau Anda melakukan investasi sekali saja, maka ada saatnya jumlah investasi Anda akan berlipat dua. Sebagai contoh, bila Anda menginvestasikan Rp 1 juta pada deposito yang memberikan suku bunga 12% per tahun (di-roll over setiap tahun), maka uang Rp 1 juta Anda akan berlipat dua dalam waktu enam tahun.

Cara menghitungnya adalah dengan menggunakan "Hukum 72". Bagi angka 72 dengan suku bunga (misalnya 12%) dari produk investasi Anda. Sebagai contoh: (72/12) x 1 tahun = 6 tahun.

Itulah jangka waktu yang dibutuhkan agar investasi Anda bisa berlipat dua.

Kapan Nilai Investasi Berlipat Menjadi Dua? Gunakan Hukum 72

oleh: Safir Senduk
Kalau Anda melakukan investasi sekali saja, maka ada saatnya dimana jumlah investasi Anda akan berlipat dua. Sebagai contoh, bila Anda menginvestasikan Rp 1 juta pada deposito yang memberikan suku bunga 12% per tahun (di roll over setiap tahun), maka uang Rp 1 juta Anda akan berlipat dua dalam waktu enam tahun.

Cara menghitungnya adalah dengan menggunakan Hukum 72. Bagi angka 72 dengan suku bunga dari produk investasi Anda. Ini berarti:
= 72 : 12
= 6 tahun.
Itulah jangka waktu yang dibutuhkan agar investasi Anda bisa berlipat dua.

Tentunya, semakin tinggi hasil investasi Anda, maka akan semakin cepat juga investasi Anda berlipat dua. Sebagai contoh, kalau suku bunga deposito Anda adalah 24% per tahun (di roll over setiap tahun), maka uang Rp 1 juta Anda akan berlipat dua dalam waktu 3 tahun (72 : 24 = 3). Bandingkan apabila suku bunga deposito Anda cuma 12%, dimana butuh 6 tahun agar uang Rp 1 juta Anda menjadi berlipat dua.

Menangkal Inflasi dengan Emas

oleh: Safir Senduk
Banyak orang percaya emas adalah produk investasi yang bisa menangkal inflasi. Dan memang, sejarah membuktikan emas akan diborong orang apabila terjadi kepanikan yang bisa membahayakan ekonomi negara, seperti inflasi tinggi, krisis keuangan, atau perang.

Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Inflasi bisa menggerogoti uang Anda. Kalau asumsi inflasi 15 persen/tahun, maka harga barang & jasa yang sekarang bernilai Rp 5 juta, akan menjadi Rp 10,06 juta atau dua kali lipat pada tahun ke-6, dan Rp 15,3 juta atau tiga kali lipat pada tahun ke-9, dan seterusnya.

Menurut keparahannya, ada tiga tipe inflasi:
  1. Inflasi Moderat, yaitu apabila laju inflasi hanya berada di bawah dua digit per tahun (di bawah 10 persen)
  2. Inflasi Ganas, yaitu apabila laju inflasi berada pada dua digit per tahun (10 persen - 99 persen)
  3. Inflasi Hiper, yaitu apabila laju inflasi berada pada tiga digit per tahun (100 persen atau lebih)
Tulisan ini akan membahas tentang apa yang bisa Anda lakukan agar bisa menghadapi inflasi. Bila Anda bukan termasuk pengambil keputusan di pemerintahan, Anda mungkin tidak bisa ikut menurunkan tingkat inflasi. Yang bisa Anda lakukan sebagai individu, hanyalah bagaimana agar Anda bisa mengambil 'keuntungan' dari terjadinya inflasi tersebut. Bagaimana caranya? Saya menyarankan agar Anda melakukan investasi pada instrumen yang akan naik pesat apabila terjadi inflasi tinggi. Apa itu? Emas.

Ketika Cina diserbu Jepang pada masa Perang Dunia, rakyat Cina panik dan mereka berbondong-bondong menyerbu emas sehingga harga emas naik luar biasa. Di Indonesia, pada saat terjadi rush kebutuhan pokok di pasar swalayan pada 8 Januari 1998 (pagi hari sebelum pengumuman APBN oleh Presiden Suharto di hadapan DPR), harga emas juga langsung melonjak. Dalam selang satu dua hari saja, harga emas langsung naik kurang lebih sebanyak 1,5 kali. Dan harga tersebut, walaupun secara fluktuatif, cenderung naik terus waktu itu --sebelum akhirnya turun lagi ketika inflasi kembali berada di bawah dua digit.

Fakta membuktikan, bila terjadi inflasi tinggi, harga emas akan naik lebih tinggi daripada inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin tinggi kenaikan harga emas. Statistik menunjukkan bahwa bila inflasi mencapai 10 persen, maka emas akan naik 13 persen. Bila inflasi 20 persen, maka emas akan naik 30 persen. Tetapi bila inflasi 100 persen, maka emas Anda akan naik 200 persen. Inilah kenapa Anda sebaiknya mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam bentuk emas. Ini karena emas dipercaya sebagai investasi penangkal inflasi. Semakin tinggi inflasi, biasanya akan semakin baik kenaikan nilai emas yang Anda miliki. Tetapi, patut dicatat bahwa harga emas akan cenderung konstan bila laju inflasi rendah, bahkan cenderung sedikit menurun apabila laju inflasi di bawah dua digit. Jadi, emas hanya akan bagus bila terjadi inflasi moderat (dua digit), dan akan lebih bagus lagi bila terjadi inflasi hiper (tiga digit). Investasi emas

Emas tersedia dalam beberapa pilihan. Beberapa di antaranya yang paling dikenal adalah emas perhiasan dan emas batangan. Satu yang juga mulai populer di Indonesia adalah koin emas.

Bila Anda berinvestasi emas untuk jangka pendek, biasanya akan sulit mendapatkan keuntungan kalau bentuknya emas perhiasan. Ini karena kalau Anda datang ke toko dan membeli emas perhiasan, Anda harus membayar harga emas plus ongkos pembuatannya. Nah, ketika suatu saat Anda menjualnya kembali, maka toko tidak akan mau membayar ongkos pembuatan dari perhiasan emas tersebut. Ia hanya akan membayar harga emasnya saja. Malah, masih untung sebetulnya kalau toko mau menerima emas perhiasan Anda. Beberapa toko kadang-kadang menolak penjualan emas perhiasan dari masyarakat. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Salah satunya adalah karena mereka takut kalau-kalau emas perhiasan itu tidak laku lagi apabila dijual. Jadi, kalaupun mereka membelinya lagi, mereka harus melebur emas tersebut.

Karena itu, investasi dalam bentuk emas perhiasan lebih untung kalau disimpan untuk jangka panjang. Karena biasanya harga emas Anda sudah naik jauh dibanding ketika Anda membelinya.

Emas perhiasan tersedia dalam berbagai macam karat, di antaranya 18 - 24 karat. Untuk investasi, alangkah baiknya bila Anda memilih emas perhiasan senilai 24 karat. Ini karena kemungkinan emas perhiasan Anda bisa dijual kembali jauh lebih besar dibanding emas perhiasan yang 18 karat. Sekali lagi, investasi dalam bentuk emas perhiasan biasanya baru akan memberikan hasil yang menguntungkan dalam jangka panjang, bukan jangka pendek.

Investasi emas yang menurut saya cukup baik adalah investasi emas dalam bentuk batangan (emas logam mulia). Emas ini cukup baik bila dijadikan investasi, dan siapapun tak menyangkal bahwa emas batangan -berbeda dengan emas perhiasan- mudah untuk dijual kembali. Selain itu, emas batangan tidak meminta ongkos pembuatan seperti halnya emas perhiasan. Karena itu, bila Anda ingin melakukan investasi emas, maka tak ada salahnya Anda mempertimbangkan investasi dalam bentuk emas batangan.

Klarifikasi Investasi Mengatasnamakan Safir Senduk & Rekan

PERINGATAN!

Sehubungan dengan maraknya tawaran investasi berantai yang mengatasnamakan Safir Senduk maupun Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan, dengan ini kami tegaskan bahwa:

  • Safir Senduk maupun Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan sama sekali tidak terlibat dalam hal tersebut.
  • Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan tidak pernah membuat maupun menawarkan program investasi apapun terhadap siapapun. Usaha kami bergerak dalam bidang konsultasi dimana kami hanya memberikan saran-saran kepada klien kami, dan sama sekali tidak membuat program investasi apapun.
  • Kami tidak pernah menyarankan kepada siapapun juga untuk mengikuti program investasi yang tidak resmi dan tidak dilindungi dengan peraturan hukum yang memadai.
  • Setiap program investasi pengumpulan dana tanpa izin dari pemerintah adalah pelanggaran hukum.
  • Pencantuman nama Safir Senduk, maupun Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan dalam promosi tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin kami adalah pelanggaran hukum.

Tetap lakukan program investasi yang sah, terarah, cerdas, dan terencana.

a.n
Safir Senduk & Rekan

Menghitung Perkembangan Dana Investasi (1)

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 648/XIII

Pada nomor yang lalu, Anda telah belajar tentang bagaimana mengetahui posisi keuangan Anda pada saat ini. Bahkan sebelum- nya Anda juga sudah belajar tentang bagaimana menyusun sebuah Anggaran Keluarga.

Sekarang, Anda mungkin memutuskan untuk melakukan investasi untuk memperbesar nilai harta Anda. Dari jumlah harta yang Anda miliki, Anda mungkin memiliki sejumlah uang menganggur yang bisa Anda investasikan. Dari anggaran keuangan, Anda mungkin juga memiliki sekitar Rp 300 ribu per bulan yang bisa diinvestasikan.

Masalahnya, Anda mungkin tahu bagaimana cara menghitung keuntungan dalam melakukan investasi. Banyak orang yang melakukan investasi, tapi tidak tahu bagaimana cara menghitung keuntungan yang sudah dia dapatkan.

Untuk mengetahuinya, Anda perlu belajar tentang konsep bunga (interest). Konsep bunga, sering disebut juga dengan konsep hasil investasi (return). Keduanya memiliki prinsip yang sama.

Mari kita ambil contoh, misalkan saja pada saat ini Anda memiliki dana sejumlah Rp 1 juta. Anda pergi ke bank, menemui customer servicenya, dan mengutarakan maksud Anda. Dia mengatakan bahwa bank akan memberlakukan suku bunga sebesar 12 persen per tahun bila Anda membuka deposito di situ.

Sekarang, kita akan menghitung, berapa bunga yang akan Anda dapatkan pada akhir tahun, dan berapa saldo investasi Anda bila Anda membiarkan saja investasi berputar selama sepuluh tahun. Untuk itu, ada beberapa pilihan sistem bunga:

1. Bunga Sederhana (simple interest)
2. Bunga Berbunga (compound interest)

Bunga berbunga bisa dibagi lagi. Yakni:
* Bunga Berbunga Tahunan (yearly compound interest)
* Bunga Berbunga Bulanan (monthly compound interest)
* Bunga Berbunga Harian (daily compound interest)

Saya akan menunjukkan bagaimana cara menghitung untuk masing-masing sistem bunga tersebut. Suka atau tidak suka, saya rasa akan sangat penting apabila Anda mengetahuinya.

BUNGA SEDERHANA

Bila bank itu menggunakan sistem Bunga Sederhana, maka pada akhir tahun pertama, Anda akan mendapatkan bunga sebesar:
Rp 1 juta x 12 persen = Rp 120.000.

Pada akhir tahun kedua, Anda akan mendapatkan bunga sebesar:
Rp 1 juta x 12 persen = Rp 120.000.

Pada akhir tahun ketiga, Anda akan mendapatkan bunga sebesar
Rp 1 juta x 12 = Rp 120.000.

Begitu seterusnya, hingga setelah sepuluh tahun, Anda akan mendapatkan total bunga sebesar: Rp 120.000 x 10 = Rp 1.200.000.

Dengan demikian saldo investasi Anda akan menjadi: Rp 1.000.000 (dana awal) + Rp 1.200.000 (jumlah total bunga) = Rp 2.200.000.

Sederhana, bukan? Karena itu pula, sistem penghitungan bunga ini disebut Bunga Sederhana.

BUNGA BERBUNGA

Konsep bunga berbunga adalah suatu konsep di mana bunga yang Anda dapatkan akan ditambahkan ke uang pokok Anda, sehingga bunga yang dihasilkan pada tahun berikutnya akan lebih besar lagi. Persis seperti bola salju yang menggelinding dari atas bukit salju. Makin ke bawah makin besar.

Sekarang kita kembali gunakan contoh uang Rp 1 juta tadi. Bila Anda membuka deposito senilai Rp 1 juta dengan bunga 12 persen per tahun, maka saldo investasi Anda pada setiap akhir tahun adalah sebagai berikut:

Pada akhir tahun pertama, saldo Anda adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 12 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 120.000 = Rp 1.120.000

Pada akhir tahun kedua, saldo Anda menjadi:
Rp 1.120.000 + (Rp 1.120.000 x 12 persen) = Rp 1.120.000 + Rp 134.400 = Rp 1.254.400.

Pada akhir tahun ketiga, saldo Anda menjadi:
Rp 1.254.400 + (Rp 1.254.400 x 12 persen) = Rp 1.254.400 + Rp 150.528 = Rp 1.404.928.

Begitu seterusnya tiap tahun, hingga akhirnya pada akhir tahun ke-10 saldo saldo investasi Anda akan menjadi Rp 3.105.848. Jauh lebih banyak dibanding apabila Anda memakai metode bunga sederhana tadi (yang hanya Rp 2.200.000).

BUNGA BERBUNGA BULANAN

Apa yang Anda lihat di atas tadi adalah konsep bunga berbunga, yang bunganya dibayarkan setiap tahun (yearly compound interest). Namun demikian, ada juga bunga berbunga yang bunganya dibayarkan setiap bulan (monthly compound interest).

Sebagai contoh, kita akan menggunakan angka yang sama dengan contoh di atas, di mana Anda memasukkan uang Rp 1 juta. Hanya bedanya, Anda tidak membukanya dalam bentuk rekening deposito, tapi tabungan.

Untuk mudahnya, anggap saja tabungan ini juga memberi bunga 12 persen per tahun, dibayarkan secara bulanan. Ini berarti, pada setiap akhir bulan, bunga yang Anda dapatkan bukan 12 persen, melainkan 12 persen dibagi 12, atau 1 persen. Ini karena ada 12 bulan dalam setahun.

Dengan demikian, perhitungan saldo investasi Anda pada akhir bulan pertama adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 1 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 10.000 = Rp 1.010.000.

Pada akhir bulan kedua, saldo Anda menjadi:
Rp 1.010.000 + (Rp 1.010.000 x 1 persen) = Rp 1.010.000 + Rp 10.100 = Rp 1.020.100

Begitu seterusnya tiap bulan hingga pada akhir bulan ke-12 saldo Anda menjadi:
Rp 1.115.668 + (Rp 1.115.668 x 1 persen) = Rp 1.115.668 + Rp 11.157 = Rp 1.126.825.

Bila ini terus berlanjut hingga akhir tahun ke-10 (atau bulan ke-120), saldo investasi Anda menjadi Rp 3.300.387. Lebih banyak dibandingkan apabila Anda memakai sistem bunga berbunga tahunan.

BUNGA BERBUNGA HARIAN

Bagaimana dengan sistem bunga berbunga yang dibayarkan secara harian (daily compound interest)? Banyak iklan bank menawarkan produk tabungan yang memberikan bunga secara harian seperti ini. Konsepnya hampir sama dengan bunga berbunga bulanan. Bedanya, bunganya tidak dibagi 12, tetapi 365 (sesuai jumlah hari per tahun), hingga besarnya adalah 0.03 persen per hari.

Kini kita akan menghitung, berapa jumlah yang akan Anda dapatkan. Sekali lagi, kita gunakan contoh seperti di atas.

Saldo Anda pada akhir hari pertama adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 0,03 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 329 = Rp 1.000.329.

Begitu seterusnya hingga setelah setahun (atau akhir hari ke 365) saldo Anda menjadi:
Rp 1.127.104 + (Rp 1.127.104 x 0,03 persen) = Rp 1.127.104 + Rp 371 = Rp 1.127.475.

Bila diteruskan sampai 10 tahun, maka pada akhir hari ke 3.650, saldo Anda akan menjadi
Rp 3.319.462. Lebih banyak daripada kalau bank Anda memakai sistem bunga berbunga bulanan.

Menghitung Perkembangan Dana Investasi (2)

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 649/XIII

Pekan lalu Anda telah melihat bahwa perbedaan penggunaan sistem bunga dapat mempengaruhi saldo investasi Anda pada akhir tahun, walaupun semuanya sama-sama menjanjikan bunga 12 persen per tahun. Sebabnya sederhana: karena jumlah bunga yang Anda terima juga berbeda.

Berbedanya bunga yang Anda dapat itulah yang lalu memunculkan istilah "suku bunga efektif" (effective rate). Yaitu perbandingan jumlah bunga yang Anda dapatkan pada akhir tahun, dengan jumlah uang yang Anda masukkan. Cara menghitung bunga efektif sangat mudah: bunga yang Anda terima pada akhir tahun dibagi dengan nilai nominal uang Anda pada awal tahun.

Jadi, kalau ada sebuah produk investasi yang menjanjikan suku bunga 12 persen per tahun, maka mungkin saja suku bunga efektifnya tidak 12 persen. Apa yang Anda terima pada akhir tahun mungkin lebih dari 12 persen. Dengan mengetahui suku bunga efektif, maka perbedaan yang Anda dapatkan jadi betul-betul terlihat.

Selain itu, suku bunga efektif juga memungkinkan Anda untuk mempercepat perhitungan Anda. Artinya, kalau tadi kita menggunakan contoh Rp 1.000.000 sebagai dana awal investasi Anda, maka untuk selanjutnya, kita bisa saja mengubahnya menjadi Rp 5.000.000.

Anda pun tidak perlu menghitung-hitung lagi berapa jumlah bunga yang Anda dapatkan bila menggunakan sistem bunga berbunga harian, misalnya. Anda tidak perlu menghitung bunga secara berulang-ulang sampai 365 kali. Cukup mengalikannya dengan 12,74 persen, atau kalikan Rp 5 juta tadi dengan 12,74 persen.

MAKIN DINI MAKIN BAIK

Pernah ada orang yang mengatakan bahwa konsep bunga berbunga adalah suatu penemuan terbesar dalam abad ini. Ini tidak berlebihan. Sebagai contoh kalau Anda memasukkan Rp 1.000.000 pada saat ini ke dalam deposito yang memberikan 12 persen per tahun (dengan sistem bunga berbunga tahunan), pada akhir tahun pertama saldo Anda akan menjadi Rp 1.120.000.

Pada akhir tahun kesepuluh, saldo Anda akan menjadi Rp 3.105.848. Pada akhir tahun ke-20, saldo Anda akan menjadi Rp 9.646.293. Lalu pada akhir tahun ke-100, saldo Anda akan menjadi Rp 289.002.190.

Apa yang menyebabkan saldo investasi Anda bisa menjadi begitu besar? Waktu. Semakin lama uang Anda berputar dalam sistem bunga berbunga, makin besar bunga yang Anda dapatkan. Kalau menggunakan contoh bola salju tadi, maka semakin tinggi puncak gunung salju, maka semakin besar pula bola salju itu nantinya ketika sampai di dasar gunung. Ini karena semakin tinggi gunung salju itu, semakin banyak pula perputaran bola salju itu sebelum ia sampai di dasar gunung. Artinya, semakin panjang jangka waktu investasi Anda, maka semakin besar pula saldo investasi Anda kelak.

Kebanyakan investasi meng-gunakan sistem perhitungan bunga berbunga. Sebagai contoh, kalau Anda membeli rumah yang saat ini baru bernilai Rp 100 juta, maka pada akhir tahun, katakan saja rumah itu sudah menjadi senilai Rp 120 juta (ada penambahan nilai 20 persen). Pada akhir tahun kedua, nilai rumah Anda mungkin sudah menjadi Rp 120 juta dikali 20 persen. Begitu seterusnya, walaupun sampai 100 tahun sekalipun. Konsep ini sama untuk hampir semua produk investasi.

Apa hubungan ini semua dengan Anda? Bila Anda menabung untuk tujuan tertentu kelak, maka semakin dini Anda mulai, maka semakin panjang pula jangka waktu investasi Anda, sehingga ini akan makin baik untuk Anda.

BEDA KECIL BERARTI BESAR

Perlu pula disadari perbedaan suku bunga (antar-bank) yang kecil sekalipun bisa berbeda jauh pengaruhnya terhadap saldo investasi Anda. Sebagai contoh, misalkan saja pada saat ini Anda punya Rp 2 juta. Anda lantas membuka deposito 12 bulan pada dua bank, Bank A dan Bank B. Masing-masing Rp 1 juta.

Katakan saja, suku bunga di Bank A adalah 9 persen per tahun, sedangkan di Bank B adalah 10 persen per tahun (bedanya 1 persen saja). Artinya, pada akhir tahun pertama, Bank A akan memberikan bunga Rp 100 ribu, dan Bank B hanya Rp 90 ribu. Bedanya Rp 10 ribu. Kecil? Memang.

Tapi bila dilihat secara jangka panjang, perbedaan saldo investasi pada kedua deposito itu akan sangat besar. Makin lama waktunya, makin besar perbedaan itu. Pada akhir tahun ke-20, misalnya, saldo Anda di Bank A sudah Rp 5.604.411 dan Bank B Rp 6.727.500. Berarti ada perbedaan Rp 1.123.089.

Pada akhir tahun-50, saldo di Bank A adalah Rp 74.357.520, sedangkan di Bank B mencapai Rp 117.390.853. Jadi perbedaan saldo di kedua bank adalah Rp 43.033.333. Besar sekali!

PADUKAN WAKTU DAN FREKUENSI

Contoh-contoh di atas mengandaikan Anda melakukan investasi sekali saja (lump sum), di mana Anda memasukkan uang sekali saja, dan mendiamkannya selama bertahun-tahun, sampai 50 atau 100 tahun.

Tapi bagaimana kalau Anda tidak melakukan investasi sekali saja, tapi rutin setiap tahun? Misalkan saja setiap awal tahun Anda menyetorkan Rp 1 juta. Setelah 50 tahun, jumlah yang Anda setorkan menjadi Rp 50 juta. Tapi karena Anda memasukkannya dalam investasi bunga berbunga, maka saldo investasi Anda setelah 50 tahun menjadi Rp 2.688.020.438!

Besar sekali! Padahal, jumlah total yang Anda setorkan selama 50 tahun itu hanya Rp 50 juta. Coba Anda bandingkan dengan investasi sekali saja (Rp 1 juta), dan hasil yang Anda dapatkan setelah 50 tahun adalah Rp 289 juta.

Karena itu perpaduan antara frekuensi investasi yang rutin dengan panjangnya jangka waktu investasi yang Anda miliki, akan menghasilkan saldo investasi yang betul-betul dahsyat besarnya. Jadi, bagaimana? Masih mau menunda berinvestasi?

BISA PERIODIK ATAU SEKALI SAJA

Bila Anda melakukan investasi, maka ada dua pilihan, bisa melakukan secara periodik, atau sekali saja. Untuk investasi secara periodik, Anda bisa melakukan investasi setahun sekali, enam bulan sekali, atau bahkan sebulan sekali. Beberapa orang ada yang berinvestasi setiap satu atau dua minggu sekali. Tapi yang penting di sini adalah bahwa yang dimaksud dengan periodik adalah melakukan investasi secara rutin.

Biasanya, berinvestasi secara periodik merupakan cara yang paling ampuh untuk mengejar target dana yang besar kelak. Anda tak perlu memiliki jumlah dana yang besar pada saat ini, tapi cukup menyisihkan sebagian kecil penghasilan Anda untuk diinvestasikan ke dalam sebuah produk investasi. Lama kelamaan, Anda akan memiliki saldo investasi yang begitu besar, karena Anda juga mendapatkan bunga.

Berinvestasi secara periodik sama seperti seorang tukang bangunan yang sedang membuat dinding. Apa yang ia lakukan adalah mengambil sebuah bata, mengoleskannya dengan semen, lalu menempelkannya. Ambil lagi sebuah bata, memberikan semen, dan menempelkannya disebelah kiri atau kanan bata yang tadi. Begitu seterusnya sampai ia bisa menyelesaikan satu lapis. Setelah itu, ia akan melanjutkannya dengan lapis kedua. Lapis kedua selesai, dilanjutkan dengan lapis ketiga. Begitu seterusnya.

Lama kelamaan, Anda akan melihat sebuah dinding. Persis seperti itulah gambarannya bila Anda berinvestasi secara periodik. Hanya bedanya, dengan berinvestasi, Anda juga mendapatkan bunga. Sementara tukang bangunan tadi, tidak mendapatkan 'bunga'. Yang ia lakukan hanyalah seperti menabung ke dalam celengan saja secara rutin. Tetapi prinsipnya sama saja: sedikit-sedikit, akan menjadi bukit.

Anda juga bisa berinvestasi sekali saja (lump sum). Artinya, Anda cukup memasukkan uang sekali saja ke dalam sebuah produk investasi, deposito misalnya, lalu Anda diamkan selama katakanlah sepuluh tahun. Setiap tahun, Anda akan mendapatkan bunga, yang bisa Anda tambahkan ke uang pokok Anda. Kemudian, didepositokan lagi, sehingga bunganya makin lama makin besar. Tapi, selama itu Anda tidak pernah menyentuhnya, sampai selama sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, Anda akan memiliki jumlah dana yang sangat besar.

Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Menabung

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid Nova No. 641/XIII

"Siapa, sih, yang tak ingin punya tabungan? Saya juga mau, kok, menabung. Masalahnya, uang saya habis terus..."

"Belum lagi anak-anak minta dibelikan sepatu..."

"Saya kan juga perlu beli ini dan itu..."

"Ah, saya memang enggak berbakat mengelola uang..."

Kata-kata tersebut diatas mungkin akrab di telinga Anda, atau mungkin Anda sendiri yang mengalaminya. Anda ingin sekali bisa menabung, tapi dalam prakteknya, hal itu sulit dilakukan. Anda selalu kehabisan uang di akhir bulan sehingga tidak bisa menabung. Apakah Anda tergolong orang yang seperti itu?

Jangan kecil hati. Semua orang hampir pasti akan mengalaminya. Menabung (melakukan investasi secara rutin) seringkali dilakukan untuk berbagai macam tujuan. Namun demikian, apabila Anda menyisihkan uang secara rutin, maka uang yang Anda kumpulkan tersebut bisa sangat bermanfaat.

Seseorang yang memiliki penghasilan sebesar Rp 1 juta per bulan, misalnya, setelah setahun menabung hanya memiliki saldo rekening Rp 200 ribu di rekeningnya. Setelah ditanya kenapa jumlah saldo rekeningnya cuma sebesar itu setelah bekerja setahun, ia mengatakan penghasilannya sering habis dipakai dalam sebulan. Jadi, ia tidak bisa menabung.

Sebetulnya, kalau ia mau menabung sebesar Rp 100 ribu saja setiap bulan, maka pada akhir tahun ia sudah akan memiliki jumlah saldo rekening sebesar Rp 1,2 juta, plus bunganya.

Apakah situasi seperti ini cukup akrab di telinga Anda? Atau, apakah Anda juga mengalaminya?

MENINGKATKAN DAN MENEKAN

Saya akan beberkan satu cara buat Anda. Kalau selama ini Anda selalu membelanjakan dulu uang Anda sehingga selalu kehabisan uang untuk ditabung, kenapa sekarang Anda tidak membalik proses itu?

Ketika Anda mendapatkan gaji Anda pada tanggal 25, sisihkan dulu sebagian uangnya untuk Anda tabung, baru kemudian sisanya dibelanjakan. Bila itu Anda lakukan secara rutin, maka setelah setahun, Anda sudah akan memiliki simpanan dalam jumlah besar.

Bila Anda melakukan hal itu, maka Anda tidak ada alasan lagi bagi Anda untuk tidak menabung. Yah, mungkin saja uang yang bisa Anda belanjakan jadi berkurang. Tapi itulah konsekuensinya: Anda perlu memiliki sejumlah dana sebagai cadangan untuk masa depan Anda.

Sebagai contoh, penghasilan Anda tadinya adalah Rp 1 juta per bulan. Tadinya, Anda biasa membelanjakan Rp 1 juta tersebut sampai habis. Sekarang, dengan Anda menabung Rp 100 ribu per bulan di muka, maka total pengeluaran Anda cuma tinggal Rp 900 ribu per bulan.

Bila Anda merasa jumlah itu tidak cukup, maka Anda harus melakukan satu diantara tiga pilihan dibawah ini:
  1. Meningkatkan pendapatan Anda. Dalam contoh di atas, pendapatan Rp 1 juta ditingkatkan menjadi Rp 1,1 juta. Dengan Anda tetap menabung Rp 100 ribu, maka pengeluaran Anda bukan lagi Rp 900 ribu, tapi kembali menjadi Rp 1 juta.
  2. Menekan pengeluaran Anda. Dalam contoh di atas, Anda bersedia untuk menekan pengeluaran Anda yang tadinya Rp 1 juta menjadi Rp 900 ribu saja.
  3. Melakukan keduanya, yakni meningkatkan pendapatan sekaligus menekan biaya hidup. Dalam contoh di atas, Anda bisa meningkatkan pendapatan Anda menjadi Rp 1,1 juta, dan menekan pengeluaran Anda menjadi Rp 900 ribu. Dengan demikian, Anda malah memiliki selisih yang lebih besar lagi untuk ditabungkan!
Terserah Anda, mana dari ketiga cara tadi yang hendak Anda pilih. Yang paling penting, Anda harus membiasakan diri untuk menabung. Dalam hal ini, apabila Anda mengalami kesulitan untuk menabung karena alasan selalu kehabisan, maka Anda bisa menabung di muka begitu Anda mendapatkan penghasilan.

Ingat selalu: Anda perlu dana cadangan untuk masa-masa yang terduga kelak.

KE MANA MENABUNG?

Ada banyak pilihan yang bisa Anda gunakan sebagai tempat menabung. Salah satu tempat menabung yang paling populer bagi orang Indonesia adalah tabungan di bank. Kelebihan tabungan adalah bahwa dana dalam tabungan bisa diambil kapan pun Anda inginkan. Kelemahan tabungan adalah bahwa pada saat ini, umumnya tabungan di bank hanya memberikan bunga yang kecil.

Selain itu, Anda mungkin juga bisa menabung dengan membeli emas. Bila Anda menabung sebesar, katakan, Rp 200 ribu per bulan, Anda mungkin bisa membeli emas yang jumlahnya sesuai dengan nilai uang yang Anda tabungkan. Pada saat ini, banyak tersedia koin emas yang bisa dibeli dengan jumlah satu gram saja.

Sebagai alternatif, Anda bisa juga menabung ke dalam bentuk investasi seperti Reksa Dana. Reksa Dana adalah sebuah bentuk investasi dimana uang yang Anda tabungkan akan dikelola oleh sebuah tim Manajer Investasi untuk diinvestasikan ke dalam berbagai macam produk investasi. Untuk bisa berinvestasi dalam Reksa Dana, bisa dimulai dengan jumlah persyaratan dana minimal sebesar Rp 100 ribu.

Jelas, ada beberapa pilihan bila Anda hendak menabung. Kenapa tidak memulainya?

Jual Investasi Bila Nilainya Menurun

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari detikcom

Sungguh mengherankan melihat banyak orang mengaitkan egonya dengan produk investasi yang dia beli. Bila seseorang membeli sebuah produk investasi dan produk investasi itu menurun nilainya, seringkali mereka merasa gagal. Tetapi, bukannya menjual investasi tersebut, mereka malah menolak menjualnya hanya karena bila mereka menjualnya, berarti mereka mengakui dan menunjukkan pada orang lain bahwa diri mereka telah gagal.

Di pikiran mereka, bila mereka tidak menjualnya dan malah mempertahankan investasi tersebut, mungkin saja investasi itu bisa naik kembali nilainya, bahkan diharapkam menghasilkan keuntungan. Dan bila itu terjadi, tentu saja kebanggaan dirinya akan muncul lagi.

Sayangnya, investasi tidak peduli terhadap bagaimana perasaan Anda terhadapnya. Secara matematis investasi Anda lebih sulit naik nilainya dibanding untuk turun.

Contohnya begini: Anda berinvestasi ke dalam - misalnya - saham. Harga saham Anda adalah Rp 750,- per lembarnya. Kemudian harga saham Anda turun 50 persen menjadi Rp 375,-. Nah masalahnya, agar saham Anda bisa naik kembali ke harga Rp 750, saham itu harus naik sebesar 100 persen, Jadi, perlu kenaikan sebesar 100 persen untuk bisa mengembalikan kerugian sebesar 50 persen. Inilah sebabnya kenapa produk investasi yang nilainya jatuh seringkali tidak bisa begitu saja naik kembali ke harga awal. Kalaupun bisa, biasanya akan perlu waktu yang sangat lama.

Itulah sebabnya tidak perlu ragu menjual investasi Anda bila nilainya menurun. Saya tidak mengatakan semua investasi Anda yang merugi saat ini harus segera dijual. Tetapi maksud saya adalah: Anda tentu bisa melihat investasi mana saat ini, dari yang Anda miliki sekarang, yang pantas Anda jual dan mana yang tidak. Tidak seharusnya Anda melibatkan ego dalam menghadapi investasi Anda yang merugi. Tidak hanya investasi di saham, tetapi produk investasi apapun juga: Jangan ragu untuk segera menjual investasi Anda yang merugi tersebut, apalagi bila ada peluang berinvestasi di lain tempat yang mungkin lebih baik.

Investasi Lewat Barang Koleksi

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 715/XIV

Ke mana saja Anda pernah berinvestasi? Pertanyaan itu mungkin mudah sekali untuk Anda jawab. Yang pasti, saya rasa tabungan di bank pernah Anda jadikan tempat untuk berinvestasi.

Tabungan? Bukankah tabungan adalah tempat menyimpan uang saja, dan bukan untuk investasi? Oh, tidak begitu menurut saya. Tabungan di Bank, selain tempat untuk menyimpan dana Anda sehari-hari, sebetulnya juga bisa Anda jadikan tempat berinvestasi. Jadi ada dua macam kegunaan orang dalam menggunakan tabungan di bank, pertama sebagai tempat menyimpan uang untuk kebutuhan dana sehari-hari, dan yang kedua adalah sebagai tempat investasi. Tergantung yang mana yang Anda pilih.

Pendeknya, segala macam tempat yang bisa Anda taruh sejumlah dana dan bisa mendapatkan hasil investasi dari situ (baik berupa bunga maupun selisih harga jual dan beli), maka Anda layak menyebutkannya sebagai sebuah produk investasi. Termasuk produk tabungan di bank sekalipun.

Apa lagi selain tabungan? Ada deposito. Deposito juga merupakan produk investasi yang mungkin sering Anda gunakan untuk membiakkan uang Anda, karena deposito dianggap sebagai produk yang sangat aman ­ sepanjang bank Anda tidak bangkrut dan uang Anda dijamin.

Tapi, selain tabungan dan deposito yang memang sudah populer, pernahkah Anda berpikir untuk berinvestasi ke dalam barang-barang koleksi?

Barang-barang koleksi? Wah, jenis investasi apa lagi itu? Begitu mungkin Anda bertanya.

Barang-barang koleksi adalah sebutan bagi barang-barang yang umumnya sering dikoleksi orang. Kenapa orang mau mengoleksinya? Sederhana saja. Salah satu sebabnya adalah karena barang-barang tersebut dianggap memiliki nilai khusus. Apa saja contoh barang yang dianggap memiliki nilai khusus itu? Oh, banyak sekali. Contoh salah satunya yang paling sering kita lihat adalah perangko.

Memiliki Nilai Seni Tersendiri

Ngomong-ngomong soal perangko, saya yakin hampir semua dari Anda tahu apa itu perangko. Bagi Anda yang rajin mengirim surat (termasuk mengirim surat ke NOVA), paling tidak pastilah menggunakan perangko. Kalau Anda perhatikan, perangko terdiri dari berbagai macam terbitan. Entah itu terbitan tahun 50-an, 60-an, 70-an, sampai tahun 2000 pun juga ada.

Masing-masing terbitan memiliki tampilannya sendiri-sendiri. Namun demikian, kebanyakan perangko memiliki tampilan berupa gambar atau lukisan. Dengan demikian, melihat perangko sama ibaratnya seperti kita melihat lukisan dalam ukuran kecil. Karena itulah banyak sekali orang yang memutuskan untuk mengoleksi perangko, mengingat gambar-gambar yang ada di perangko memiliki nilai seni tersendiri sehingga orang-pun betah berlama-lama untuk melihat dan menikmati gambarnya.

Apa lagi selain perangko? Lukisan...! lukisan juga memiliki nilai seni tersendiri bukan? Ada banyak sekali orang yang mengkoleksi lukisan, dan semuanya berasal dari berbagai macam harga, ada yang ratusan ribu, jutaan hingga puluhan juta rupiah.

Apa lagi? Tidak harus barang-barang yang bergambar seperti perangko dan lukisan yang merupakan barang-barang yang memiliki nilai seni. Ada juga barang-barang yang dikoleksi karena memiliki bentuk dan tampilan khusus dan itu tidak harus berupa gambar. Pendeknya, segala macam barang yang memiliki nilai seni tersendiri bisa dijadikan barang-barang koleksi.

Memiliki Nilai Bersejarah

Selain barang yang memiliki nilai seni tersendiri, ada juga barang-barang yang dikoleksi karena barang-barang tersebut memiliki nilai yang dianggap bersejarah. Contohnya adalah barang-barang peninggalan proklamator kemerdekaan kita. Wah, sering lho ada barang-barang koleksi Bung Karno yang diperjualbelikan di pasar bebas dengan harga yang luar biasa tingginya.

Padahal barang tersebut mungkin sederhana saja, bisa berupa pulpen, buku, lemari, atau apa saja. Akan tetapi karena barang-barang tersebut tadinya dimiliki oleh Bung Karno sebagai tokoh yang sangat bersejarah, barang-barang tersebut seringkali menjadi rebutan para kolektor dan sering berpindah tangan dengan harga yang makin lama makin tinggi. Jadi sekali lagi, selain karena adanya nilai seni tersendiri, tindakan mengkoleksi barang seringkali disebabkan karena barang-barang tersebut dianggap memiliki nilai bersejarah.

Memiliki Usia Sangat Tua

Selain itu, pengoleksian barang sering juga didasarkan karena umurnya. Banyak orang yang mengoleksi barang karena barang tersebut memiliki usia yang cukup tua. Bahkan, makin tua usia barang tersebut, bisa jadi akan makin mahal harga barang tersebut. Apa contoh barang-barang yang dikoleksi karena usianya? Beberapa diantaranya adalah guci antik, meja antik, kursi antik, dan lain sebagainya.

Namun demikian perlu diketahui bahwa tidak semua barang-barang yang berusia tua memiliki nilai khusus dan dikoleksi oleh orang banyak, mengingat bahwa itu semua sangat tergantung pada persepsi orang terhadap barang tersebut.

Karenanya, dari beberapa macam anggapan terhadap nilai khusus tersebut, dibawah ini adalah contoh barang-barang yang bisa dikoleksi:
  • Barang-barang seni (lukisan, patung)
  • Barang-barang kerajinan (keramik, batik)
  • Barang-barang aksesori (arloji)
  • Barang-barang perhiasan (kalung, gelang)
  • Barang-barang sejarah (benda peninggalan)
Jadi pada prinsipnya, hampir semua barang bisa dikoleksi. Nah, barang-barang koleksi inilah yang bisa dijadikan investasi.

3 Risiko Investasi yang Paling Ditakuti

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 746/XIV

"Beranikah saya mengambil risiko dalam berinvestasi?" Pertanyaan ini mungkin sering terlontar bila Anda sedang menimbang-nimbang untuk melakukan investasi. Katakan Anda punya uang Rp 10 juta, dan Anda bingung apakah akan menaruhnya di bank atau di tempat lain. Kalau ditaruh di bank, Anda mungkin merasa aman. Tetapi kadang-kadang, tawaran investasi di tempat lain seringkali cukup besar dan sangat menggoda, sehingga ini kadang-kadang menakutkan Anda.

Yang namanya investasi pasti ada risikonya. Nah, dari pengalaman saya selama ini, biasanya hanya ada tiga (3) risiko yang paling ditakutkan orang ketika mereka berinvestasi:

1. Turunnya Nilai Investasi

Risiko yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi umumnya adalah "Apakah uang saya akan hilang?" Kebanyakan orang mungkin menjawab "tidak" kalau ditanya seperti itu. Iyalah, mana ada, sih orang yang mau kehilangan uangnya? Akan tetapi, masalahnya, yang namanya risiko pasti ada dalam setiap investasi. Hanya bedanya adalah di ukurannya. Ada produk investasi yang risikonya cukup besar, ada yang sedang, ada yang kecil. Itu mungkin butuh pembahasan yang khusus di NOVA nomor-nomor mendatang. Yang jelas, satu hal yang paling ditakuti orang, sekali lagi adalah: "Apakah uang saya akan hilang?"

Oke, sekarang kalau Anda berinvestasi, seberapa besar penurunan nilai yang bersedia Anda tanggung bila Anda mengalami kerugian? 10 persen? 30 persen? 50 persen? Atau 100 persen? Berapapun besar kerugian yang bersedia Anda tanggung, ingatlah, itu adalah bagian dari berinvestasi. Jangan pernah mengharapkan Anda akan terus-menerus untung. Yang namanya kerugian, sesekali memang harus dialami. Kalau enggak mengalami, ya enggak belajar, kan?

2. Sulitnya Produk Investasi itu Dijual

Risiko kedua yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi adalah apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual kembali. Beberapa orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap mudah dijual kembali. Akan tetapi, ada juga orang yang berinvestasi ke dalam mata uang dolar Amerika, dan dolar tersebut cepat-cepat dimasukkannya ke bank. Ini karena bila dolar itu disimpan di lemari, maka kondisi fisik dari kertas uangnya mungkin akan menurun, dan itu kadang-kadang akan menyulitkan bila suatu saat dolar itu hendak dijual kembali. Maklum, beberapa bank seringkali tidak mau membeli mata uang asing Anda bila kondisi uang kertasnya robek, rusak atau kumal.

Contoh lain dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang Koleksi. Barang-barang koleksi umumnya tidak selalu mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik. Lukisan misalnya. Karena pasarnya yang spesifik, tidak selalu mudah menjual lukisan. Tapi, sekali terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan untung yang lumayan buat orang yang menjualnya.

Jadi, sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi, ketahui lebih dulu seberapa mudahnya produk investasi Anda bisa dijual kembali. Jangan sampai Anda berinvestasi tapi tidak bisa menjualnya, karena barangnya memang sulit dijual.

3. Hasil Investasi yang Diberikan Tidak Sebesar Kenaikan Harga Barang dan Jasa

Bayangkan kalau Anda berinvestasi di deposito yang memberikan bunga 10 persen setahun, sedangkan dalam setahun harga barang dan jasa malah naik 15 persen? Hal ini seringkali terjadi, bukan karena terlalu tingginya kenaikan harga barang dan jasa, tetapi karena produk yang dipilih itu sendiri belum tentu sesuai.

Iya dong, beberapa dari Anda mungkin menginginkan produk investasi yang aman dan konservatif. Tetapi, konsekuensinya adalah bahwa Hasil Investasi yang didapat mungkin saja tidak bisa menyamai kenaikan harga barang dan jasa. Kalau itu terus Anda alami dari tahun ke tahun, maka Anda akan bangkrut.

Apa yang harus Anda lakukan untuk menghadapi risiko ini? Jangan menutup diri terhadap informasi. Pelajari produk-produk investasi lain yang mungkin Anda belum tahu, dan setelah itu cobalah masuk ke situ dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya. Lama-kelamaan, Anda pasti bisa mengatasi tingginya kenaikan harga barang dan jasa dengan berinvestasi pada produk yang memang berpotensi untuk bisa memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding kenaikan harga barang.

Selamat berinvestasi!

Apa Perlu Beli Dollar?

oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 788/XIV

Seminar yang saya adakan belum lama ini sungguh mengesankan. Semua kursi terisi penuh. Peserta yang datang sangat responsif dan proses interaktif berjalan sangat intens. Yang menarik, walaupun topik seminarnya berkisar tentang bagaimana mempersiapkan kesejahteraan finansial untuk anak, tapi ada peserta bertanya, "Perlu enggak sih kalau kita membeli dolar?"

Pertanyaan ini sebetulnya mencerminkan kebiasaan orang kita yang selalu dilakukan dari dulu sampai sekarang, yaitu membeli mata uang asing. Memang, kalau selama ini kita mengenal rupiah sebagai mata uang utama untuk menabung. Tapi tetap saja orang menoleh ke mata uang asing sebagai alternatif untuk bisa dibeli dan ditabung. Dan dolar, adalah salah satu mata uang yang paling sering dijadikan pilihan. Dalam hal ini, tentu saja dolar Amerika.

Menariknya, alasan orang membeli dolar bermacam-macam. Salah satunya, katanya, nilai uang kita turun terus. Sehingga kalau bisa, kita jangan terus pegang rupiah. Benarkah alasan ini? Tunggu dulu Bapak-Ibu. Yang dimaksud nilai uang kita turun terus mungkin adalah harga barang dan jasa di Indonesia terus mengalami kenaikan. Contohnya, kalau dulu harga barang Rp 10 ribu, sekarang mungkin Rp 12 ribu, dan tahun jadi Rp 15 ribu.

Dari segi kenaikan harga barang memang betul. Tapi, kan, nilai dolar belum tentu juga naik terus? Kalau dulu harga dolar pernah Rp 2.500, lalu naik jadi Rp 5.000, 7.000, 9.000, bahkan pernah sampai Rp 15.000, itu kan karena ada krisis? Belum tentu krisis akan ada lagi. Sekarang, harga dolar malah turun lagi jadi sekitar Rp 9.000. Jadi, jangan beli dolar hanya karena takut harga barang di Indonesia naik terus. Tapi, belilah dolar untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa.

Masih bingung? Begini, kalau Anda perhatikan, harga dolar di Indonesia menganut sistem mengambang bebas. Artinya, harga dolar betul-betul "diserahkan" kepada tawar-menawar di pasar. Kalau yang mau beli dolar lebih banyak, biasanya harganya akan naik. Tapi kalau yang mau beli dolar lebih sedikit daripada yang ingin menjualnya, bisa-bisa harga dolar turun.

Biasanya, keinginan membeli dolar akan lebih banyak muncul, salah satunya, kalau suhu politik mulai memanas. Contohnya, sebentar lagi mau Pemilu. Biasanya, setiap kali menjelang pemilu, suhu politik kita akan naik. Nah, di sinilah orang mulai banyak membeli dolar karena alasan keamanan. Artinya, mereka merasa bahwa keadaan di Indonesia mulai enggak aman. Lalu, mulailah mereka memborong dolar. Akibatnya, harga dolar naik.

Sebaliknya, kalau keadaan negara stabil, adem-ayem, tentram, dan damai, biasanya harga dolar juga akan stabil. Malah cenderung turun. Maklum, keadaan yang tenang membuat orang percaya dengan rupiah, sehingga lebih sedikit orang yang beli dolar. Jadilah harga dolar turun.

Sekarang apakah Anda sebaiknya membeli dolar? Kalau untuk jaga-jaga, silakan saja. Karena situasi negara kita saat ini pun belum bisa dibilang sudah betul-betul aman dan stabil. Ledakan bom di Bali kemarin, misalnya. Yang perlu diingat, jangan masukkan semua uang Anda dalam dolar. Setengahnya saja sudah cukup.

Nah, kalau Anda mau beli dolar, di bawah ini ada sejumlah hal yang harus Anda perhatikan agar Anda tidak malah tergelincir.

1. Belilah dolar di pedagang yang resmi

Salah satu hal yang paling ditakutkan orang ketika membeli dolar adalah mendapatkan uang dolar palsu. Nah, salah satu cara menghindari kemungkinan tersebut adalah dengan membelinya ke penjual resmi, seperti bank atau money changer.

Memang, bank atau money changer sekalipun bisa saja menjual dolar palsu kepada Anda. Tapi tentu mereka punya kepentingan supaya Anda mau selalu balik ke tempat mereka dan jadi pelanggan. Artinya, mereka juga menjaga reputasi. Kalau sampai satu pelanggan kecewa lalu nama mereka masuk ke dalam Surat Pembaca di koran? Wah, bisa jadi iklan buruk buat mereka.

Sekarang, bandingkan dengan penjual dolar perorangan dan tidak resmi yang umumnya tidak punya reputasi yang sudah dibangun sehingga biasanya juga tidak memiliki kepentingan untuk menjaga reputasinya.


2. Jangan pernah lama-lama memegang uang dolar kertas

Kenapa demikian? Karena perubahan fisik sedikit saja pada uang dolar Anda bisa membuatnya dihargai lebih rendah dari yang seharusnya. Pernah suatu hari saya dan istri saya mendapatkan dolar Amerika kertas dari seorang teman. Jumlahnya 200 dolar. Kami mendapatkannya dalam empat lembaran 50 dolar. Kursnya waktu itu sekitar Rp 9.100 per dolarnya. Ketika hendak menjual ke money changer, ada selembar yang fisiknya agak kuning. Langsung saja staf di sana mengatakan dia tidak mau membeli dolar saya seharga Rp 9.100, melainkan harus dipotong Rp 50.

Ini berarti, untuk satu lembar 50 dolar itu, saya rugi Rp 50 per dolarnya. Saya pikir, untunglah cuma selembar saja yang bentuk fisiknya kuning. Kalau semuanya, wah... Jadi, sekali lagi, jangan terlalu lama menahan uang kertas dolar. Lebih baik selekasnya Anda simpan di safe deposit box, atau setorkan saja ke bank.

Memang saat kita setor terkadang biaya selisih kursnya merugikan Anda. Tapi saya pikir, kerugian karena selisih kurs masih lebih mendinglah daripada kerugian akibat peribahan fisik dolar. Lama-lama, bisa-bisa uang dolar Anda malah tidak dihargai sama sekali kalau bentuk fisiknya betul-betul rusak. Kalau disetor ke bank, uang dolar Anda akan tercatat di sistem akuntansi mereka, bukan dalam bentuk fisik. Selain itu, juga dapat bunga. Lumayan, kan?

3. Ketahui arti istilah Kurs Beli dan Kurs Jual

Banyak dari kita yang masih salah mengartikan (atau sering tertukar pada arti) kurs beli dan kurs jual pada tempat jual beli dolar. Oke, andaikan saja Anda datang ke bank. Kemudian di situ terdapat tulisan kurs beli sebesar Rp 9.000 dan kurs jual Rp 9100. Pertanyaannya sekarang, kalau Anda ingin membeli dolar, pada harga berapa Anda akan membeli dolar tersebut?

Jawabannya adalah pada kurs jual. Artinya, kurs jual adalah kurs di mana bank bersedia menjual dolarnya. Sebaliknya, kurs beli adalah kurs di mana bank bersedia membeli dolar yang Anda punya. Anda harus selalu melihat dan mengartikan besarnya kurs dari sisi mereka, bukan dari sisi Anda. Bukan sebaliknya.

Nah, selamat membeli dolar.
FINANCIAL PLAN © 2008. Design by :vio Templates Sponsored by: gold bola